Pertemanan di dunia maya
yang tercipta bagiku, kupercayai atas perkenanan Yang Kuasa.
Beberapa sahabat bahkan
jadi dekat, padahal tak pernah bertemu.
Tulisan ini mungkin agak
aneh, kubuat bagi seseorang yang tak pernah jumpa denganku tetapi pernah
beberapa kali berkontak via e-mail dan Facebook…
Namun, dari situ pun kita
bisa merasakan, seperti apa orang yang bersangkutan…
Pertemanan di dunia maya
agaknya cukup mirip dengan pertemanan di dunia nyata…
Dan kupersembahkan tulisan
ini bagi Romo Yance Laka, Pr (Romo Yohanes Senda Laka, Pr).
This is for you…
6 Agustus 2013
E-mail yang mengejutkan
kuterima dari milis yang kuikuti.
Dr. Irene dari milis KBKK
mengabarkan kabar duka.
Romo Yance Laka dari
Atambua sudah berpulang.
Agak aneh rasanya ketika
menerima berita itu.
Aku membatin, bukankah
Romo Yance masih muda?
Pikiran yang datang
sesudahnya, kenapa ya, sampai beliau meninggalkan dunia? Apa sakit atau apa?
Lalu kumenuju ke Facebook, sudah banyak ucapan untuk
beliau di wall Facebook-nya…
Semua bernada duka, tak
percaya, dan satu per satu komentar yang kubaca di sana semua sungguh menyayangkan kepergian
beliau yang begitu cepat walaupun tak pernah bisa menentang kehendak Yang
Kuasa.
Semua merasa begitu
kehilangan dirinya.
Dengan keterkejutan yang
tersisa, aku mulai membuka kembali lembaran demi lembaran surat elektronik yang menjadikan kami sahabat
di dunia maya…
Pertengahan tahun 2010
Romo Yance mengawali
kontaknya via e-mail dan mengomentari salah satu tulisanku yang berjudul A House Is Not A Home. Beliau
menambahkan komentar yang mendalam atas apa yang sudah kutuliskan disertai
undangan yang ramah untuk kapan-kapan berkunjung ke tempat beliau di Atambua
untuk mengadakan semacam seminar atau ‘workshop’ seputar tulis-menulis bagi
anak didik ataupun bagi yang membutuhkan di sana.
Sungguh, saat itu aku
merasakan ketulusannya.
Aku sebenarnya sungguh
ingin ke sana …
Namun, kondisi anak yang
masih balita ditambah kehamilan kedua yang sedang kujalani membuat aku sungguh
tidak dapat berbuat apa-apa untuk memenuhi undangan itu.
Dalam lubuk hati, masih
tersimpan keinginan itu.
Suatu saat nanti. Siapa tahu….
Suatu saat nanti. Siapa tahu….
Kontak demi kontak
berikutnya menjadikanku semakin mengerti, Romo ini sungguh seorang yang peduli.
Peduli pada siapa saja
yang berkeinginan untuk maju, mencarikan jalannya, mau bersusah-payah mengontak
mereka, asal keinginan baik dari anak didiknya tercapai.
Beliau mengontakku untuk
mengedit kumpulan tulisan berupa puisi yang ingin dijadikan buku oleh seorang
anak didiknya. Beliau sungguh ‘supportive’ dan bersedia mengontak beberapa
penulis yang beliau kenal untuk mendukung niatan baik ini…
Aku pun menyetujuinya dan
melakukan ‘editing’ yang dianggap perlu.
Aku merasakan beliau
memang seorang yang baik dan ‘care’.
9 Agustus 2013
He is not a conglomerate, he is not a celebrity, and he is
not a political figure, but 286 priests and almost 5000 people came to his
funeral Mass with tears. How do you think he lived his life?
Good bye Fr. Yance Laka... ( dari status seorang sahabat, Riko Ariefano).
Good bye Fr. Yance Laka... ( dari status seorang sahabat, Riko Ariefano).
Kita tak pernah tahu seberapa berharganya diri kita, mungkin
sampai saat terakhir kita meninggalkan hidup ini.
Kita takkan tahu, bahkan tak pernah tahu…
Tetapi, oranglah yang akan menilai…
Sebagaimana gajah yang mati meninggalkan gading, harimau mati
meninggalkan belang, demikianlah manusia pada akhir hidupnya…
Wall
Facebook Romo Yance Laka berbicara banyak.
Setiap mampir ke sana
selama masa-masa awal berpulangnya beliau, air mataku masih menetes.
Sungguh, beliau orang yang luar biasa.
Sebagaimana yang ditulis dan ingin beliau tuliskan di
makamnya.
He’s a
great priest with a big heart!
Sungguh benar seperti yang Riko tuliskan.
Romo Yance bukanlah seorang konglomerat, bukan pula seorang
selebriti, dan dia bukan tokoh politik. Tetapi, yang menghadiri misa
pemakamannya membludak! 286 Romo dan 5000 orang yang datang dan semua menangis.
Sungguh luar biasa teladan hidupnya bagi kita semua…
How do you think he lived his life? Tanya
Riko…
And how should we live our life??? (lanjutku
dalam hati…)
Jika hidup hanya sekali, bagaimanakah seharusnya kita hidup?
Apakah kita sudah hidup dan menampakkan kasih Tuhan pada
orang-orang yang kita temui di sekitar kita?
Dan Romo Yance sudah menyelesaikan pertandingannya dengan
hebat (I have to say…).
He has
lived his life amazingly. Wonderfully. Greatly…
He’s
fighting his battle of life with all his heart…
Terima kasih, Romo untuk teladan hidupmu.
Inspirasimu.
Membuatku dan setiap orang yang membaca dinding Facebook-mu…
Apalagi mereka yang sudah tersentuh sedemikan rupa karena
begitu dekat denganmu, merasakan kebaikan Tuhan yang luar biasa melalui engkau…
Dan betapa hidup yang sudah pernah tersentuh kasih itu tak
pernah lagi sama…
Aku bersyukur mengenalmu…
Epilog…
Hidup itu singkat.
Sementara.
Dan bagaimana kita seharusnya melangkah dalam hidup ini
terkadang kita pun ragu sendiri…
Tetapi, beberapa orang bahkan menjadi inspirasi…
Bahwa hidup dan panggilan yang dijalani sepenuh hati dalam
kasih Kristus akan menghasilkan buah-buah yang tak tanggung-tanggung…
Yang begitu terasa kehilangannya jika yang bersangkutan itu
harus pergi.
Apalagi sampai selamanya ke Rumah Bapa…
We
thank you, Fr.Yance Laka.
Terima
kasih karena teladan hidupmu. Karena kebaikanmu.
Membuatku
terinspirasi untuk memberikan yang terbaik dalam hidup ini…
Bukan
untuk siapa-siapa…
Hanya
untuk memuliakan nama Yesus semata.
You’ll surely be missed…
But we know that life goes on…
And from above, you’re watching all of us with your great
smile.
This is for you, Romo Yance…
Seorang sahabat di dalam Kristus.
Au
Revoir, Romo…
‘Till
we meet again.
Singapura, di hari Merdeka, 17.08.2013
fon@sg
No comments:
Post a Comment