*Inspirasi dari Markus
5:25-34.
Dia terbaring lemah di atas tempat tidurnya.
Tak ada kekuatan untuk melangkah, bahkan untuk mengambil air
minumnya saja dia tak sanggup. Dirinya tengah kehausan, sementara tidak ada
orang di rumah yang bisa membantunya.
Dicobanya berjalan perlahan, seketika dia terjatuh!
Dicobanya berjalan perlahan, seketika dia terjatuh!
Dengan kekuatan yang tersisa, dia mencoba bangkit. Dia berhasil
mengambil cangkir, namun tak mampu bertahan lama.
Cangkir itu lepas dari genggaman tangannya saat ia belum lagi
sempat menuangkan air minum ke dalamnya.
Dalam posisi tersungkur di lantai tanpa mampu berbuat apa-apa, ia menangis sedih. Apa yang selama ini dia lakukan?
Dalam posisi tersungkur di lantai tanpa mampu berbuat apa-apa, ia menangis sedih. Apa yang selama ini dia lakukan?
Dan segera saja segala sesuatu berputar di kepalanya.
Peristiwa satu demi satu bermunculan. Melakukan kilas-balik.
Enam bulan yang lalu...
Di kerumunan orang banyak itu, ia mendekat. Dia tahu itu sulit dan butuh perjuangan. Tetapi, sakit yang dirasakannya sudah tak tertahankan. Itulah yang memaksanya menuju kepada Sang Penyembuh yang sudah lama dia dengar kehebatannya itu.
Sudah dua belas tahun dia alami ini.
Enam bulan yang lalu...
Di kerumunan orang banyak itu, ia mendekat. Dia tahu itu sulit dan butuh perjuangan. Tetapi, sakit yang dirasakannya sudah tak tertahankan. Itulah yang memaksanya menuju kepada Sang Penyembuh yang sudah lama dia dengar kehebatannya itu.
Sudah dua belas tahun dia alami ini.
Sakit pendarahan yang khusus diderita perempuan. Seluruh uangnya
sudah habis untuk berobat dan dia merasakan dorongan yang kuat untuk mencari
solusi lain. Dan dalam pandangannya, agaknya hanya ini satu-satunya solusi yang
mungkin. Dengan iman, dia datangi Sang Penyembuh. Percaya dengan hanya menjamah
jubah-Nya, dia akan sembuh. Sesulit apa pun, kerumunan itu harus dia tembus.
Jika ini adalah satu-satunya harapan untuk sembuh, mengapa tidak dia lakukan?
Terkejutlah dia saat pendarahannya terhenti seketika. Dia sembuh total!
Terkejutlah dia saat pendarahannya terhenti seketika. Dia sembuh total!
Kemudian Sang Penyembuh berkata, " Pergilah, imanmu telah
menyelamatkanmu."
Sungguhkah? Benarkah? Dicubitnya tangannya sendiri.
Ini bukan mimpi!
Dia tersenyum, tertawa, lega, bahagia.
Dia tersenyum, tertawa, lega, bahagia.
Lagu duka yang sudah 12 tahun dia nyanyikan berhenti seketika,
berganti dengan lagu gembira.
Dia sungguh sudah pulih dari sakitnya!
Hari-hari sesudahnya...
Hari-hari sesudahnya...
Rasa syukur atas kesembuhannya itu tidak bertahan lama.
Dia lalu menjadi lupa diri.
Dia lakukan banyak hal untuk menyenangkan dirinya sendiri.
Minum minuman keras, pesta- pora dengan kelompok yang dulu tak
pernah menganggapnya ada karena dia berpenyakit parah. Bukan dengan uangnya
sendiri, karena uangnya sudah habis untuk berobat dulu.
Dia mencoba mengecap gaya
hidup mewah dengan pinjaman uang kiri-kanan. Yang dia mau hanya mereguk
kebebasan dan kebahagiaan yang dimiliki orang-orang lain dan tak pernah
dinikmatinya selama belasan tahun.
Hutang menumpuk. Kondisi tubuh menurun.
Kebiasaan hidup yang tidak sehat menjadi penyebab semuanya ini.
Tidur di pagi hari. Begadang setiap hari. Dari satu pesta ke pesta
lainnya…
Kini, kesadaran itu menyapanya…
Di sini. Di lantai rumahnya. Saat tersungkur tanpa daya.
“Tuhan, ampuni aku. Tak kumanfaatkan kesembuhan yang Kauberikan
kepadaku. Sungguh menyesal diriku.” Tangisannya memecah kesunyian rumah itu.
Tiba-tiba pintu terkuak. Tetangganya masuk dan menolongnya.
Dia minum airnya dan beristirahat yang cukup.
Mulai besok dia akan mencoba mencari pekerjaan dan mengubah gaya hidupnya.
Dalam hati dia berjanji, takkan lagi mengulang kesalahan serupa.
“Tuhan, bimbing aku menjalani hidup baru di dalam-Mu.”
Ucapan itu terlontar tulus dari bibirnya…
Semoga demikian adanya.
07.02.2013
fon@sg
* Mempergunakan metode Narasi Kitab Suci yang diperkenalkan oleh
Bapak Stefan Leks, dosen saya dulu di KPKS St. Paulus. Trims, Pak Stefan!:)
No comments:
Post a Comment