Tulisan saya kemarin mengenai Oom Phillip (Phillip Garrido) yang sering berkhotbah, fundamentalis dan mengaku berbahasa lidah namun menjadi tersangka utama pelaku penculikan dan kejahatan seksual terhadap Jaycee Lee Durgan selama belasan tahun, mendapatkan sebuah tanggapan dari seorang sahabat saya. Dan saya kira, karena apa yang dia rasakan adalah umum dan real (bisa dirasakan oleh setiap orang pada satu masa kehidupannya), jadi saya berniat untuk share pertanyaannya dalam tulisan kali ini. Dengan jujur, sahabat saya itu mengaku demikian:
Sampai sekarang, gw kadang malas ke Gereja, gw lihat orang2 di sekitar gw, yang rajin ke Gereja, rajin ikut kegiatan lingkungan, doa sana-sini, tapi kelakuannya nol gede.
Gw tau itu gak boleh, tapi gimana, Fon?
Kadang udah sebel lihat orang yang muna kayak gitu...
Sejujurnya saya pun pernah mengalami kekecewaan yang sama. Saya pun pernah kecewa dengan orang-orang yang saya anggap rohani, tetapi kelakuannya tak mencerminkan kasih Kristus sama sekali. Hanya untungnya, saya tak pernah berhenti ke gereja. Karena saya merasa perlu membina hubungan pribadi saya dengan Tuhan Yesus sendiri. Yang saya yakini, apabila kita bersahabat dekat dengan seseorang, tidak jumpa seminggu rasanya tak enak. Dengan kekasih hati misalnya, tak jumpa seminggu, langsung tak enak badan. Bisakah kita terapkan hal yang sama kepada Yesus? Bukankah Yesus juga kekasih jiwa kita?
Jawaban saya kepada sahabat saya itu: saya mengerti perasaannya, dia tidak sendirian. Namun, saya juga menghimbau dia, bahwa urusan ke gereja bagi saya adalah urusan saya dengan Tuhan. Artinya, saya ke gereja karena saya mau menyambut tubuh Kristus, menyambut Kristus sendiri karena kedekatan relasi saya dengan-Nya. Masalah orang lain bagaimana, bagi saya itu tidak akan mengganggu hubungan saya dengan Tuhan. Karena itu di luar kuasa saya. Mau Ketua Lingkungan bagaimana keq, mau ketua organisasi mau gimana juga, keq… Itu urusan dia dengan Tuhan. Jadi, saya tidak mau mencampuri urusan orang lain. Yang saya benahi adalah diri saya sendiri. Ketika saya tidak ingin ke gereja, saya juga mencari tahu, apa yang salah antara relasi saya dengan Tuhan? Apa saya ada kecewa denganNya? Atau apa? Setelah itu membenahi diri, berdoa, termasuk melakukan sakramen pengakuan dosa, dan kembali ke gereja.
Sampai hari ini, dalam segala ups and downs saya yang masih baru kurang dari 10 tahun menjadi Katolik (karena saya dibaptis tahun 2000), sayaberusaha untuk tetap ke gereja, tetap mencintai-Nya dengan sepenuh hati, walaupun kadang saya kecewa dengan keadaan sekitar, dengan orang-orang yang rohani tapi koq kelakuan jauh dari itu, dengan diri sendiri, dengan Tuhan, namun saya tetap berusaha setia. Walaupun saya pernah kecewa,saya juga ungkapkan kekecewaan itu, dalam relasi yang baik, seharusnya semua perasaan diungkapkan apa adanya. Saya kecewa Tuhan, namun saya berusaha menerima…mungkin kira-kira seperti itu…
Dengan tidak bermaksud menggurui siapa pun, karena saya masih amat muda dalam ke-Katolikan saya, saya hanya ingin mengingatkan sekali lagi, apa yang orang lain lakukan yang menimbulkan kekecewaan di hati kita, jangan sampai menjadi penghalang hubungan kita yang indah dengan Tuhan. Indah bukan karena kesempurnaannya, namun karena hubungan kita sudah mengalami proses naik turun, dan kita tetap setia. Tetap ke gereja. Tetap rindu menerima tubuh Kristus melalui komuni. Rindu sakramen Maha Kudus yang bertahtah, rindu…untuk sekadar 1-2 jam berjumpa denganNya di gereja sekali seminggu paling tidak.
Dengan segala keterbatasan saya sebagai ibu seorang anak balita yang mengurus sendiri, saya berusaha tetap setia untuk mengatur waktu ke gereja, biar pun jadwal berantakan tergantung anak siapnya kapan, yang penting saya commit untuk ke gereja, no matter what. Hanya karena saya cinta Yesus dan Yesus cinta saya melebihi yang saya pikirkan!
Singapore, 31 August 2009
-fon-
* saya bukan orang yang sempurna, hanya berusaha membalas cinta Tuhan dengan hal-hal kecil yang saya lakukan sepenuh hati. And special thanks to my friend, yang udah ngasih izin buat menuliskan percakapan via email kami. GBU
No comments:
Post a Comment