Saya ingat kembali, ketika saya pertama kali menjejakkan kaki di sebuah pertapaan di kawasan Puncak tepatnya di akhir tahun 1999. Saya mengikuti misa hari itu bersama beberapa teman saya, padahal saya masih belum memeluk agama Katolik. Saya tidak merasa asing, karena dari kecil-tepatnya dari Sekolah Dasar (SD), saya disekolahkan orangtua saya di sekolah Katolik. Saya menghormati dan menaruh toleransi yang besar terhadap setiap agama, karena saya mempercayai bahwa setiap agama pada dasarnya adalah baik karena mengajarkan keselamatan bagi para pemeluknya. Juga niatan di awal setiap agama tentunya membawa kedamaian dan bukan sarana yang disetir atau dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu untuk indoktrinasi, brain-wash, atau mencari keuntungan sendiri misalnya memperkaya diri, dan seterusnya. Semua itu adalah hal-hal yang menjauhkan agama dari tujuannya semula.
Saya tetap memeluk kepercayaan saya yang lama sampai saya lulus kuliah dan bekerja. Lagi-lagi, saya pikir, saya memang menghormati agama lain, tetapi saya tak pernah berniat untuk pindah agama. Karena selama bersekolah di sekolah Katolik pun, walaupun mengenal doa-doa seperti Salam Maria, Bapa Kami, maupun tata cara perayaan ekaristi, tetapi tidak membuat saya merasa terpaksa harus pindah. Saya nyaman-nyaman saja dengan kepercayaan yang saya anut dan tidak ada pemaksaan sedikit pun dari pihak sekolah atau pihak mana pun. Saya bebas menganut kepercayaan saya dan pilihan itu terletak di tangan saya. Saya pikir, akan selamanya saya menganut kepercayaan saya yang lama. Tetapi, di misa di tahun 1999 itu, ada sesuatu yang terjadi, yang tak bisa saya ungkapkan dengan kata-kata. Saya menyukai tempat beribadah yang tenang dan asri. Dan pagi itu, saya dapatkan semuanya di situ. Sembari menikmati suasana hening yang tercipta, tiba-tiba saat Romo berhomili, saya tersentak dengan kata-kata: “ Datanglah kepadaku, kamu yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu.” Entah mengapa saya mulai menangis. Hal yang tak pernah saya duga akan terjadi. Sebelumnya saya terkenal keras, logis, dan tak mudah menyerah. Jadi, mengapa kata-kata yang seperti itu saja seolah membuat saya terharu?
Saya tidak habis pikir. Dan tepatnya saya tak sempat berpikir banyak. Hanya menikmati suasana damai yang tiba-tiba memenuhi seluruh dinding hati saya. Tak terucapkan dengan kata-kata. Speechless. Hanya damai dan perasaan dikasihi mengaliri sekujur tubuh saya. Mungkin saya terlalu letih. Mungkin saya memang berbeban berat. Mungkin saat itulah Tuhan menyentuh hati saya untuk pertama kalinya. Roh kudus dengan lembut membisikkan bahwa saya tidak sendirian dalam menghadapi permasalahan dalam hidup ini. Bahwa saya dimengerti, bahwa ada kelegaan, itu saja yang saya alami hari itu. Saya diam. Masih kesulitan berkata-kata. Tetapi saya sadar, saat itulah Tuhan Yesus sudah mengetuk hati saya dan saya membukanya. Mungkin selama ini Ia selalu mengetuk, tetapi saya tengah sibuk. Terlalu sibuk dengan masalah yang selalu saya coba cari jalan keluarnya dengan kekuatan saya sendiri. Tetapi tak jarang buntu dan sempat membuat saya putus asa. Hari itu, seolah sebuah kekuatan baru dipompakan dalam hidupku. Dan saya sadar, itu karena-Mu, Yesus!
Saya aktif mencari-Nya juga di kala memeluk kepercayaan saya sebelumnya. Saya ikut banyak kebaktian setiap minggunya juga sampai mencari-Nya melalui peziarahan ke
Setelah itu, saya langsung mengikut katekumen di sebuah Gereja Katolik di bilangan Jakarta Barat. Saya katekumen selama 1 tahun, didaftarkan oleh kakak tertua saya. Saya mengalami hal-hal yang menakjubkan dari sisi iman. Dan tentunya iman yang mula-mula itu dipenuhi semangat yang membara, seolah tak ada kecewa bersama Dia. Di akhir tahun 2000, saya dibaptis secara Katolik. Setelah itu, saya pun mengikuti beberapa seminar, kursus, retret, untuk menambah pengetahuan saya yang masih amat minim soal Kekatolikan. Sehingga, apabila saya ditanyai mengapa saya memilih Katolik, saya masih banyak bengongnya haha… Karena saya hanya mengikuti kata hati saya yang terbuka terhadap panggilan-Nya. Tanpa alasan yang jelas juga mengapa. Untuk itulah saya kira, saya memerlukan banyak bantuan dari teman-teman seiman yang lebih senior, juga retret, kursus atau seminar yang semakin mendekatkan diri saya pada-Nya.
Perlahan tetapi pasti, saya semakin terbuka pada-Nya. Hati yang menyala-nyala ingin melayani-Nya dan membagikan kasih-Nya yang sudah begitu nyata dalam diri saya kepada sesama berbuah beberapa pelayanan yang Dia percayakan pada saya. Dia selalu memakai sesuatu yang ada di dalam diri kita. Bukan sesuatu yang jauh. Dan saya percaya, bila Tuhan inginkan, Dia akan tambahkan sepanjang perjalanan kita. Karena suka menyanyi, bahkan sebelum dibaptis, dibukakan-Nya jalan untuk bergabung dengan tim pujian sebuah persekutuan doa di bilangan Jakarta Pusat. Saya mulai hafal lagu-lagu rohani, lalu kemudian melayani-Nya di bidang pujian sebagai ‘singer’. Tak lama, pertemuan dengan beberapa sahabat yang lebih senior, membukakan jalan bagi saya untuk menyanyi di band rohani sebagai singer. Suatu hal yang amat menyukakan bagi saya. Karena saya suka menyanyi dan apa lagi yang lebih indah dari menyanyi bagi kemuliaan-Nya?
Selain itu, karisma yang tertinggi dalam diri saya berdasarkan seminar karisma adalah karisma menulis. Hal yang tak pernah saya duga sebelumnya. Terheran-heran juga, karena saya memang pernah menulis dan cukup suka, tetapi untuk menulis hanya bagi kemuliaan-Nya? Wah, saya tidak tahu ya… Apa saya bisa, Tuhan? Keraguan demi keraguan terjawab sudah. Dengan tetap berpegang pada tangan-Nya, serta bergiat melakukan yang terbaik bagi-Nya, perlahan saya pun mulai menuliskan kebaikan-Nya dalam hidup saya serta membagikan kepada teman-teman saya terlebih dahulu untuk kemudian memberanikan diri mengirimkannya ke beberapa milis Katolik.
Naik-turunnya perjalanan iman saya bersama Kristus pasti pernah terjadi juga. Apalagi pemahaman saya yang masih muda ini, barulah 11 tahun saya jadi pengikut Kristus. Tetapi, setiap hari saya hanya memohonkan rahmat agar saya semakin terbuka pada-Nya sehingga apa pun yang ingin Dia tambahkan dalam hidup saya, saya terima dan berkata: “Ya, Tuhan. Inilah aku, pakai diriku seturut kehendak-Mu.”
Pernahkah saya kecewa dengan Tuhan? Tentu pernah, ya. Tetapi, untungnya…Puji Tuhan, tak lama saya pun disadarkan bahwa saya yang salah mengerti akan diri-Nya. Karena pada dasarnya Dia adalah baik dan akan selalu baik dalam hidup saya. Saya yang terlalu ‘demanding’, ingin ini dan itu, terkadang bahkan memaksakan kehendak saya pada-Nya. Ketika tidak mendapat apa yang saya inginkan, terkadang saya marah. Padahal, Dia yang tahu apa yang saya butuhkan, dan selama ini Dia selalu cukupkan segala sesuatu.
Hari-hari selanjutnya menjadi hari yang semakin kokoh di dalam iman. Karena saya percaya Tuhan tak pernah lepas tangan. Lewati semua rintangan kehidupan? Saya yakin dimampukan-Nya, karena Tuhan selalu bersama-sama saya. Jika saya membayangkan diri saya yang kecil di tengah dunia yang begitu luas, tentunya saya tidak berani, ya. Untunglah, Tuhan selalu setia menyertai kita dalam setiap kejadian dan episode hidup kita…. Ku tak takut, karena Kau selalu sertaku.
Saya percaya, Tuhan selalu ada bagi kita. Selalu memberikan yang terbaik di dalam rencana-Nya walaupun itu berarti amat berbeda dengan rancangan pribadi kita. Tetapi, Dialah Tuhan yang Maha Tahu. Tahu yang terbaik bagi semua anak-anak-Nya.
Undangan-Nya masih sama kepada setiap kita yang mau membuka hati kita pada-Nya… “ Datanglah kepada-Ku…”
Dan jawabku: “ Ini aku datang, Ya Tuhan… Memenuhi panggilan-Mu…”
Tulisan ini dibuat sebagai ucapan syukur dan rangkaian terima kasih tak terhingga yang tulus dari lubuk hatiku, karena kesetiaan-Mu, penyelenggaraan-Mu, dan seluruh kebaikan-Mu dalam hidupku, Yesusku…
HCMC, 25 Oktober 2011
-fon-
No comments:
Post a Comment