Setiap pagi saat masa
sekolah, saya selalu menyiapkan bekal makanan bagi kedua putri saya.
Yang satu akan saya isi
roti selai, yang satu lagi isi biskuit atau ‘snack’ lainnya. Kecuali Jumat,
saya akan siapkan buah-buahan buat Si Kakak karena Friday is a Fruit Day di sekolah mereka. Setiap anak dianjurkan
untuk membawa buah-buahan dan makan bersama teman-temannya di sekolah sebagai
upaya hidup sehat.
Ya, anak-anak saya hanya
bersekolah 2-4 jam per hari, jadi tak perlu makanan yang terlalu berat.
Dan anak kami yang tertua
mendapatkan ‘lunch’ di sekolah.
Jadi, saya siapkan roti
selai hanya jika dia ada les tambahan di sekolahnya, sekitar seminggu tiga kali.
Entah mengapa, kemarin,
seolah kata ‘bekal’ itu begitu kuat di benak saya.
Saya memang membekali
mereka dengan makanan jasmani…
Tetapi itu saja belumlah
cukup…
Tak lupa pula, ‘bekal’
yang lebih penting untuk di kemudian hari, ketika suatu saat mereka menjadi
dewasa nanti…
Bekal pendidikan,
bekal kasih Tuhan… Terus saya upayakan
untuk ditanamkan di tengah seluruh kesibukan saya mengurus keluarga…
Tentunya tidak mudah,
karena dalam kondisi yang kelelahan tak jarang saya pun sulit untuk selalu
tersenyum ceria pada mereka.
Tak jarang pula upaya
pendisiplinan mereka menjadikan saya harus menegur, mengingatkan, mungkin juga ‘marah’
agar mereka tetap berada pada jalur yang benar…
Menjadi orang-orang yang
berkarakter baik dan terus menjadi perpanjangan tangan Tuhan di tengah kondisi
masyarakat yang entah bagaimana di dua puluh sampai tiga puluh tahun ke depan…
Secara manusia, saya
sadar, saya sangat terbatas.
Saya tidak sanggup
jalankan segalanya sendirian…
Saya sungguh membutuhkan
bantuan Tuhan dalam mendidik anak-anak karunia-Nya agar tetap di jalan-Nya…
Bekal…
Kata ini masih begitu
meresap di hati…
Sampai di malam hari…
Sampai di malam hari…
Ketika putri tertua kami,
Odri, memeluk saya dan berbisik di telinga saya…
“ Mom, will you still love me when I'm older?”
Saya pun menjawab:
“ Of
course, Odri. Mommy will always love you.”
Saya sadar, saya sungguh
jauh dari gambaran Ibu yang sempurna. Tetapi, gambaran itu-jika memang ada-
adalah perjuangan setiap hari dari setiap Mama… Entah seorang Ibu yang juga
berkarier atau seorang Ibu yang sepenuh waktu menjaga anak seperti saya…
Karena dulu sempat
bekerja, saya pernah pula merasakan keinginan untuk berpenghasilan lagi.
Sekarang semuanya itu seolah tertunda, tetapi saya pun setiap hari berjalan
dalam iman, bahwa Tuhan akan cukupkan. Bahwa Tuhan tahu waktu yang paling tepat
kapan bagi saya untuk kembali bekerja kembali atau harus kerja dari rumah atau
apa saja.
Saya percayakan
kepada-Nya…
Setiap hari, saat ini,
adalah pembekalan bagi dua putri-putri kami…
Di tengah keterbatasan
saya, saya pun menimba kekuatan dari-Nya…
Tuhan yang Kuasa…
Yang akan selalu menolong
setiap umat yang mencari wajah-Nya…
Dan malam hari, saat doa
malam…
Saya kembali tersenyum
saat Lala-anak kedua kami-berdoa dengan kepolosan seorang anak di usia dua
tahun dan diucapkannya dengan cukup lancar…
“ Thank you, Jesus for today…
For Mama, for Daddy, for Lala, for Cie-cie Odri,
for Teddy Bear, dan seterusnya-
dan sebagainya…”
Tuhan, terima kasih.
Betapa setiap detik
kusyukuri sebagai anugerah-Mu atas ‘motherhood’ yang dikaruniakan bagiku.
Dengan segala tawa, canda-ceria, dan juga derai air mata yang mengiringinya…
Semoga Engkau membekaliku
dengan kasih-Mu sehingga bisa berbagi kasih kepada kedua putriku dan
orang-orang di sekitarku.
Amin.
12.04.2013
fon@sg