Dering Telepon
Senin siang, 24 Februari 2014
Siang itu, aku sedang berada di dokter gigi, sebagai kunjungan rutin yang sebetulnya sudah beberapa waktu belum kulakukan.
Sedang berada di ruang tunggu, tiba-tiba telepon berdering.
Hari itu, aku harus menerima kabar dari Mrs. Xiu-pengemudi bus sekolah Odri, yang mengabarkan bahwa bus sekolah yang membawa anak sulung kami dan teman-temannya itu baru saja mengalami kecelakaan.
Sungguh hatiku langsung kacau-balau.
Tetapi, Mrs. Xiu langsung menenangkan dan mengatakan bahwa tidak terjadi apa-apa, hanya kepala Odri, terutama bagian keningnya, terkena benturan kursi depan dan mengalami benjol sedikit...
Antara harus menyelesaikan janji dengan dokter gigi dan harus juga melihat keadaan anak kami di sekolah, konsentrasiku terpecah.
Akhirnya, satu per satu selesai.
Urusan dokter gigi kelar, langsung aku menuju sekolah.
Puji Tuhan, Odri baik-baik saja.
Sungguh bersyukur atas perlindungan Tuhan, bahwa tidak terjadi sesuatu apa pun.
Kupeluk dia, dan dia kembali ke ruang kelasnya, melanjutkan pelajaran di hari itu.
***
Tidak semua telepon kita harapkan.
Ada yang membuat sedih, kesal, marah, atau kuatir.
Walau ada pula kabar yang membahagiakan yang dibawanya...
2 Juni 1993, lebih dari 20 tahun yang lalu...
Telepon yang kuterima hari itu betul-betul mengejutkan.
Walaupun sudah setengah siap karena kondisi Papa yang cukup mengkhawatirkan selama enam tahun sebelumnya, namun dering telepon yang mengabarkan bahwa Papa harus pergi untuk selamanya, bukanlah sesuatu hal yang mudah kuterima.
Perasaan bahwa aku belum bisa membalas budi orangtua karena belum menyelesaikan pendidikan, masih tersimpan jelas di kala itu.
Namun, itulah kenyataan yang cukup menghentak.
Suka atau tidak, siap atau tidak, suatu saat kita harus mengucap selamat tinggal kepada orang-orang terkasih.
Bagiku, kasus itu adalah perpisahan dengan Papa yang tanpa terasa hampir memasuki tahun ke-21 di bulan Juni tahun 2014 ini.
Waktu itu aku belum menjadi seorang Katolik.
Juga belum mengenal Yesus secara pribadi.
Yang ada hanyalah kemurungan, kesedihan yang berlarut-larut.
Sulit menerima kenyataan, walaupun tahu harus berjalan dalam hidup ini...
***
Tidak semua dering telepon kita harapkan.
Juga seiring perkembangan zaman dan teknologi...
Pesan-pesan di WhatsApp, BBM messenger, atau aplikasi chatting lainnya...
Beberapa berita duka, berita tentang seseorang yang dekat dengan kita terkena penyakit parah yang belum ada obatnya, membuat kita tersentak.
Sekali lagi, pesan-pesan membahagiakan juga bermunculan di sana...
Ada berita kelahiran, kenaikan kelas, wisuda, pernikahan...
Ah, dering telepon yang membahagiakan pun mewarnai dunia kita...
Pada akhirnya, sebagaimana misa Rabu abu lalu, Fr. John Derrick Yap, OFM dari Gereja St. Mary of the Angels Singapura berucap...
All that we have, one day is going back to ashes.
Only God and love that remain...
Dering telepon yang kita terima di masa depan, mungkin akan membahagiakan.
Mungkin pula akan mengecewakan, bahkan begitu menyakitkan.
Apa pun itu, mari tetap berpegang kepada Tuhan...
Percaya bahwa Yesus adalah Allah yang setia...
Persembahkan segala rasa...
Suka, duka, kecewa, dan bahagia...
Niscaya, ketenangan itu 'kan menyapa...
Tuhan ada, Dia akan memelihara...
Setiap dari kita, umat-Nya....
07.03.2014
fon@sg
No comments:
Post a Comment