Friday, August 28, 2009

In the Still of the Night

Malam telah tiba dengan segala misterinya. Gelap. Sekaligus tenang.
Ada malam-malam di mana ketenangan itu tampaknya pergi dariku. Menjauh, bersembunyi entah di mana. Namun, ada juga waktunya di mana malam datang dengan senyumnya yang menghanyutkan. Di mana malam membawaku kepada kejadian-kejadian yang terjadi di hadapanku sepanjang hari itu. Satu demi satu.

Seperti beberapa malam lalu. Aku teringat ketika berada di satu RS swasta. Suasana rapi, bersih, dan terkesan berkelas agak dikejutkan dengan dorongan yang membawa seorang pasien. Seorang nenek tua yang dipenuhi selang dan tampak pasrah. Dengan mulut yang menganga. Tiba-tiba dia melintas di hadapanku. Mataku menatap wajahnya dengan rasa campur aduk. Yang dominan: kasihan. Yang lain, aku hanya berpikir, itu bisa terjadi pada setiap orang, suatu ketika. Memang yang namanya sakit tak pernah diduga kapan datangnya, di usia berapa, di saat apa. Terkadang perubahan itu terlalu cepat, rasanya baru kemarin semua bercanda tertawa bahagia. Dan hari ini, ketika petir datang menyambar, ketika vonis mengatakan seseorang terkena penyakit yang belum ditemukan obatnya, penyakit yang aneh dan mematikan, sungguh tidak mudah menerimanya.

Hidup membawaku kepada pengalaman-pengalaman yang berbeda. Dalam buku kehidupanku hari ini, membawaku kepada petualangan yang penuh keceriaan di Jurong Bird Park, misalnya. Sementara saat berikutnya, petualangan itu membawaku ke arah keprihatinan, kesadaran, akan kata sementara yang memang tak pernah lepas dari pikiranku seperti di RS itu tadi. Yang mengingatkanku bahwa hidup hanya sementara. Hidup ini singkat. Kadang terlalu singkat bagi sebagian orang yang kukenal yang harus pergi di usia dua puluhan, yang bahkan tak sempat mengecap masa-masa tua mereka.

Hidup juga memberikan pengalaman baru, ketika kulihat seseorang yang muda awalnya menjadi tua dan kemudian mengalami sakit berat. Dengan berjalannya waktu, aku pun belajar melihat hidup dengan lebih seimbang. Berusaha melihat hidup dengan berbagai wajahnya. Mencoba untuk tidak terlalu sering ‘complain’ walaupun itu adalah hal yang sulit. Mencoba menerima hidup sebagaimana adanya hari ini tanpa keserakahan yang menghalalkan segala cara hanya untuk jadi lebih kaya, lebih terkenal, atau lebih-lebih yang lainnya.
Mencoba hidup dalam ketenangan walaupun dunia di luar sana kacau balau, penuh peperangan, penuh strategi yang saling menjatuhkan, penuh kemunafikan…
Mencoba hidup benar, sementara di luar sana begitu banyak yang menawarkan godaan dengan berbagai cara yang tidak baik.
Mencoba dan terus mencoba…

Dalam ketenangan malam ini, ketika kumasuk kembali ke masa heningku, aku mencari wajah Yesus di dalamnya. Sebetulnya wajah-Nya bisa kulihat juga di perempuan tua di RS itu, di wajah innocent bayi-bayi yang kulihat di dokter anak, atau di wajah kakek-kakek yang membersihkan jalanan depan rumahku.

Wajah Yesus ada di setiap insan. Wajah Yesus ada di tiap diri manusia. Dan pertanyaannya: mampukah aku (tetap berusaha) untuk melihat setiap manusia dengan kasih? Bahwa ada Yesus di dalam diri mereka?
Jawabannya: aku tidak selalu mampu. Dengan keterbatasanku, terkadang aku terpengaruh rasa benci, rasa tidak suka, rasa takut, tetapi aku mau! Aku mau berusaha melihat bahwa ada Yesus dalam diri mereka. Ada kebaikan dalam diri seseorang yang kubenci. Dan ada hal baik dan buruk dalam diriku juga yang berpadu menjadi satu, yang kupersembahkan kepada Yesusku dalam ketenangan malam ini.

Yesus, Engkau Mahahadir! Engkau ada di setiap manusia. Mampukan aku melihat Engkau di setiap orang yang kutemui saat ini, esok atau lusa.

Singapore, 28 August 2009
-fon-

No comments:

Post a Comment