Wednesday, December 18, 2013

Christmas Isn't Christmas (Till It Happens In Your Heart)

Christmas isn't Christmas 'till it happens in your heart.
Somewhere, deep inside you, is where Christmas really starts 
So, give your heart to Jesus, you’ll discover when you do 
That’s it Christmas, really Christmas for you. 

Jesus brings warmth like a winter fire, a light like a candle’s glow 
He’s waiting now to come inside, like He did so long ago 
Jesus brings gifts of truth and life and makes them bloom and grow 
So welcome Him with a song of joy, and when He comes you’ll know…. 

That Christmas isn’t Christmas ‘til it happens in your heart 
Somewhere, deep inside you, is where Christmas really starts 
So, give your heart to Jesus, you’ll discover when you do 
That’s it Christmas, really Christmas 

Christmas, really Christmas 
Christmas, really Christmas for you
(lyrics Christmas Isn't Christmas)

National University of Singapore-Cultural Hall, 2 November 2013.

It was our daughter's graduation day.
So blessed to witness a chapter in her life. She's just graduated from her Kindergarten.
Getting ready to welcome her further mile in this life.
This song was there.
Filling my heart with gladness, joy, and also realizing the fact that really, it's our heart that we need to prepare while welcoming Christmas.

It's not easy to do so. I know it for sure:)

Singapore is just so gorgeously decorated- full of festive atmosphere.
Along Orchard Road, it's just very beautiful. Full of Christmas' ornaments whether inside or outside the malls. Along the road. Everywhere:)

Inside malls and supermarkets, all festive goods are sold.

I remembered Ho Chi Minh City for a glance...
It's also busy preparing Christmas in its own way.
Simple, but yet full of warmth...
Christmas nowadays are so identical with parties, festivities, holidays, which are dragging us further from the essence of Christmas itself.

19th of December 2013.

6 days before Christmas.

Many things inside my heart.

Many things on my mind.
Wondering. Pondering. Reflecting.
Apart of so many festivities atmosphere, will I still be able to prepare my heart in welcoming Christ?
I know I should, but yet I know that's not an easy thing to do.
I need to do my very best for that...
Realizing that Christmas will never be complete, will never be at its fullness, without preparing my heart for Christ.
Embracing Him with all the love that I've got. 
For God so loved the world that He gave His only Son, Jesus Christ.

I'm grateful for that.

For Christ who was born for us.
He came to save us.
He even wanted to share our feelings as human...
He's true God and true man.
I can't express my thoughts in words now...
I'm amazed.
In an awe...
For knowing that He's there to help us.
To love us.
To forgive us...

As Catholics prepare themselves these weeks as Advent weeks.

Let's prepare our heart as well.
That's the main and important essence of Christmas...
Because Christmas isn't Christmas, 'till it happens in our heart.

Hopefully, all the festivity doesn't overwhelmed us too much.

Hopefully, we still put Jesus Christ as the main centre of the celebration.
Welcoming Him to this world, welcoming Him in our hearts.

19.12.2013

fon@sg

Friday, December 13, 2013

Give Us A Grateful Heart, Oh Lord…

It’s been my second time visiting this hospital within the week.
I’ve been to Mount Elizabeth Hospital in city central, not far from the beautiful and prestigious Orchard Road area in Singapore.
There I was, looking at so many people with so many sicknesses that we couldn’t have ever imagined.

I visited one of my dear friend from Indonesia who had a surgery there.
While going to her ward, I heard some people speaking my own language.
So many Indonesians around here.
And while at the same time, I realized that there are so many people who are currently helpless with their situation.
Some of them were sitting hopelessly.
Wondering.
In pain.
Walking so slowly, maybe after some surgeries.

Having those experiences, made me realized that: how we (read: I) frequently take things for granted.
It’s so hard for me to stay thankful.
I always want more.
Sometimes, the feeling of competition is running fast…
So seldom I could be thankful for what I've got.

Health is a blessing.
Being able to spend time with our loved ones, even only for simple things such as watching TV together, having a meal together, having a walk in the park together, or even praying together is such a wonderful thing.
Again, it’s simple thing that counts…
Condition can deteriorate very fast, but we should treasure what we have at this moment.
Thanking God for His guidance.
Thanking Him for every single blessing in our life.

Here I am, Lord…
Calling on You…
Kneeling down on prayers to You…
Please give us a grateful heart…
Please give us a heart that’s full of thanksgiving…

We don’t need many things as we always want…
If only we could be thankful for simple things, then we realize that life indeed is beautiful in its simplicity.

Thanks for the breath of life, God…
Thanks for wonderful time we’ve had…
Thanks for the problems as well, as they make us stronger.
Thank You, Lord.
Thank You for everything.

04.12.2013
fon@sg



Monday, November 18, 2013

Jadikanlah Dirimu Teladan

Jadikanlah Dirimu Teladan

Laki-laki yang tua  hendaklah hidup sederhana , terhormat, bijaksana, sehat dalam iman,  dalam kasih dan dalam ketekunan. 2:3 Demikian juga perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah,  jangan menjadi hamba anggur ,  tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik 2:4 dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda  mengasihi suami dan anak-anaknya , 2:5 hidup bijaksana  dan suci, rajin mengatur rumah tangganya,  baik hati dan taat kepada suaminya,  agar Firman Allah  jangan dihujat orang. 2:6 Demikian juga orang-orang muda;  nasihatilah mereka supaya mereka menguasai diri  dalam segala hal 2:7 dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan  dalam berbuat baik.
--- Titus 2:2-7

Apa reaksi kita saat membaca ayat-ayat dari Titus di atas?
Hmmm, mungkin bervariasi.
Mungkin merasa, aduh, berat banget ini ayat-ayat, gimana gue bisa ngejalanin semuanya itu? Koq kedengarannya so perfect sekaleee. Mana gue sanggup?

Coba kita lihat sekali lagi.
Buat lelaki tua, hidup sederhana, terhormat, bijaksana, sehat dalam iman, dalam kasih dan dalam ketekunan.
Perempuan tua, jangan memfitnah, harus hidup sebagai orang yang beribadah, dan harus cakap mengajarkan hal-hal yang baik.
Mendidik perempuan muda mengasihi suami dan anak-anak mereka, hidup bijaksana dan suci, dan seterusnya….

Sungguh berbeda dengan gambaran dunia.
Memfitnah, bergunjing, bergosip, sudah jadi makanan sehari-hari.
Apa mungkin menjaga mulut sekaligus hati, supaya tidak terlalu menjadi-jadi?
Agaknya merupakan hal yang butuh perjuangan untuk melakukannya.

Dan untuk orang muda, nasihatilah mereka supaya menguasai diri dalam segala hal.
Jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik.
Ini lebih berat lagi.
Oh my Godddd, disuruh menguasai diri, dalam segala hal pula.
Apa mungkin?
Godaan zaman sekarang ‘kan begitu besar, Tuhan.
Mana sanggup???

Mungkin itu perkataan kita.
Mungkin itu yang ada di pikiran kita.
Salahkanlah teknologi.
Salahkanlah sosial media.
Yang konon membuat orang semakin gampang berselingkuh, semakin mudah berselancar internet untuk mencari situs yang berbau pornografi dan hal-hal negatif lainnya.
Namun, jika kita mau telusuri lebih dalam lagi: apa memang itu semua yang salah? Atau lebih ke kita yang tidak pandai memilih atau memilah?

Apakah kita yang memilih untuk selingkuh?
Sementara pasangan dan anak di rumah yang kena akibatnya?
Apakah internet hanya bisa dipakai untuk ‘browsing’ hal-hal buruk?
Apa tidak bisa untuk hal-hal baik?
Siapa atau apa yang salah?
Apa kita menyalahkan sesuatu atau seseorang untuk kemudian berusaha lari dari tanggung jawab untuk mengakui bahwa saya yang salah?
Saya yang salah karena tidak memanfaatkan segala fasilitas itu untuk kebaikan.
Sosial media bisa jadi ajang pertemanan yang positif, jadi ajang penyebaran hal-hal yang bernilai seperti kebaikan dan ketaatan akan Tuhan.
Jika kita memilih melakukan hal-hal yang buruk dengan itu semua, siapa yang salah?

No matter what, Alkitab dengan tegas mengajak kita untuk menjadi teladan.
Di tiap usia yang tengah kita jalani, di tiap karya yang Tuhan percayakan kepada kita.
Di tiap tindakan di hidup kita agar firman-Nya jangan dihujat orang gara-gara perbuatan kita.
Agar kita tidak menjadi batu sandungan…
Dan tetap menjadi teladan dalam hidup ini…

Jangan bilang tidak sanggup…
Kalau dipikir-pikir, mungkin tidak ada yang sanggup atau layak…
Tetapi, jangan terlalu dipikirin :)
Jalani saja. Do our best.
Percayakan kepada Tuhan selanjutnya…
Mohon pengendalian diri yang kuat, Tuhan, atas kelemahan dan kedagingan kita ini…
Biar Roh Kudus yang memimpin kami kepada buah-buah yang indah.
Kasih,  sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri
(berdasarkan Galatia 5:22-23)
Amin.

19.11.2013

fon@sg

Tuesday, October 29, 2013

Meninggalkan Zona Nyaman Bersama Tuhan



Kita semua agaknya punya ‘comfort zone’- zona nyaman.
Mungkin itu suatu tempat yang begitu melekat dengan kita.
Mungkin itu pekerjaan kita…
Mungkin itu persahabatan yang begitu dekat dan erat…
Mungkin itu apa saja…
Sesuatu yang membuat kita terbiasa dan nyaman…

Saya pernah memiliki itu semua ketika saya berada di Jakarta.
Saya seolah punya semua yang saya inginkan.
Pekerjaan yang baik, persahabatan yang erat, pelayanan di ladang Tuhan yang sesuai dengan talenta yang dititipkan-Nya…
Keluarga, kegiatan harian yang menyenangkan di mana saya bisa olahraga secara teratur…
Seolah semuanya sangat menyenangkan dan saya menikmati itu semua…

Namun hidup tidak berhenti di titik itu saja…
Hidup selalu bergerak, dinamis…
Perubahan adalah bagian dari hidup yang tak terhindarkan…

Lalu, datanglah perubahan itu bagi saya.
Ketika saya harus pindah dari Jakarta.
Meninggalkan bumi pertiwi Indonesia saat saya harus ikut suami yang dipindah-tugaskan…
Dunia saya?
Berantakan.
Porak-poranda.
Kacau-balau…
Pertama-tama, seolah saya menikmati perubahan itu, namun ternyata, perubahan yang sangat bertubi-tubi tidak siap saya terima saat itu juga…

Kehamilan, kehadiran seorang bayi yang lucu namun ternyata mengasuh sendiri bukan pekerjaan gampang. Ketiadaan pekerjaan, jauh dari sahabat, dan belum terbiasa tinggal di negeri baru walaupun itu bukan suatu negara yang jauh, membuat saya ternyata merindukan ‘comfort zone’ saya…
Seolah semua kenyamanan itu ditarik dari saya, tanpa saya sempat bereaksi.
Tanpa saya bisa.
Karena perubahan itu begitu cepat terjadi…
Saya pun menjadi lupa, bahwa itu semua adalah titipan-Nya.
Mudah bagi saya untuk berucap semua adalah titipan Tuhan saat segala hal berlangsung normal dan biasa…
Namun, ketika semua berubah, saya pun seolah lupa bahwa itu semua hanya karena anugerah-Nya.

Perlahan, saya pun kembali belajar…
Bahwa itulah hidup…
Hidup bisa membawa kita ke mana saja…
Bahkan ke tempat atau keadaan yang tak pernah kita bisa prediksi sebelumnya.
Namun, saya pun belajar bahwa di dalam Tuhan, meninggalkan zona nyaman berarti mempercayakan hidup saya ke dalam penyelenggaraan-Nya.
Percaya bahwa ini semua akan baik adanya…
Percaya bahwa segenap perubahan yang terjadi ini adalah baik bagi perkembangan kedewasaan iman saya di kemudian hari…
Percaya, bahwa perubahan ataupun kondisi yang seolah tidak ‘pro’ pada saya, tidak menguntungkan saya bahkan terasa mengecilkan diri saya, memiliki tujuan dalam rencana-Nya…

Lalu, saya menemukan kegiatan baru.
Karena kondisi kehamilan kurang baik, saya seolah dipaksa keadaan untuk tinggal di rumah.
Dari terbiasa aktif, jujur, itu merupakan siksaan bagi saya.
Namun, apa daya, demi Sang Bayi saya harus melakukannya juga.
Di rumah di Singapura, saya mulai menemukan ‘pelampiasan’ baru yang sudah saya mulai sebelumnya.
Saya mulai menulis lebih intens.
Dari situlah cikal-bakal seluruh blog yang sekarang ada.
Juga seluruh dunia tulis-menulis yang dipercayakan-Nya kepada saya.

Saya belajar, bahwa segala hal bukanlah milik saya.
Itu hanya perkenanan Tuhan yang begitu baik menganugerahkannya pada saya.
Saya hanya bisa mensyukuri tiap detiknya dan belajar untuk tidak terlalu melekat pada segala sesuatunya.
Belajar dan terus belajar.
Bahwa perubahan adalah pasti.
Namun, menyertakan Tuhan di dalam segala episode kehidupan akan membuat kita berani menghadapi segalanya bersama-Nya.

Dari satu negara pindah ke negara berikutnya.
Dan kini, kembali ke negeri di mana awal saya merantau dari Jakarta.
Di sini, di Singapura, saya berusaha menjalani hidup sebaik yang saya bisa.
Terus berusaha menjadi terang-Nya…
Walau tak jarang perasaan-perasaan negatif pernah menyapa.
Kekecewaan, kesepian, rasa sendirian, mungkin juga bagian dari luka-luka di masa lalu yang kembali muncul.
Namun, kembali kasih-Nya menyadarkan saya bahwa Dia selalu ada…
Tak perlu terlalu tergantung pada apa pun atau siapa pun…
Hanya dengan berpegang kepada Tuhan, kita akan temukan kekuatan dalam menjalani kehidupan ini…

Perjuangan Anda dan saya mungkin berbeda…
Namun, kita sama-sama berjuang dalam hidup yang Tuhan percayakan bagi kita…
Mari, berjuang dan menjalani kehidupan dengan sungguh…
Sepenuhnya mempercayakan hidup kita kepada Yang Kuasa…
Ke mana pun Dia menempatkan kita, ke mana pun Dia mengutus kita, Dia pasti akan memberikan kekuatan.
Dia pasti akan menyertai kita.
Sekarang dan selamanya.
Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut  dan tawar hati,  sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi.
--- Yosua 1:9

29.10.2013

fon@sg

Monday, September 23, 2013

Berpautlah Kepada Tuhan



“Anakku, jikalau engkau bersiap untuk mengabdi kepada Tuhan, maka bersedialah untuk pencobaan. Hendaklah hatimu tabah dan jadi teguh, dan jangan gelisah pada waktu yang malang. Berpautlah kepada Tuhan, jangan murtad daripada-Nya, supaya engkau dijunjung tinggi pada akhir hidupmu. Segala-galanya yang menimpa dirimu terimalah saja, dan hendaklah sabar dalam segala perubahan kehinaanmu. Sebab emas diuji didalam api, tetapi orang yang kepadanya Tuhan berkenan dalam kancah penghinaan. Percayalah pada Tuhan maka Ia pun menghiraukan dikau, ratakanlah jalanmu dan berharaplah kepadaNya.” (Sirakh 2:1-6)

Ketika membaca ayat-ayat dari Kitab Sirakh beberapa hari yang lalu, saya sungguh merasa diperkuat untuk menghadapi segala pencobaan yang selalu datang dan pergi dalam kehidupan ini.
Banyak kali, saya merasa tidak siap ketika pencobaan itu datang.
Dan agaknya, kita semua pun pernah merasa begitu tidak siap, ketika sesuatu yang mendadak-sesuatu yang kurang baik dalam pandangan kita-terjadi dan begitu menghentakkan kita. Bahkan menghempaskan kita ke jurang terdalam di kehidupan ini.

***

Hendaknya kita menjadi tabah dan teguh.
Jangan gelisah pada waktu yang malang.
Dan terutama: berpautlah kepada Tuhan dan jangan murtad daripada-Nya.
(Hmmm, karena begitu mudah kita berpaling dari-Nya, saat masa-masa yang tidak menyenangkan sedang kita alami. Tak jarang, kita mempertanyakan ke-MahaKuasa-an Tuhan di saat-saat seperti ini. Saat seolah Dia tak peduli pada keadaan kita yang tengah sekarat dalam kesengsaraan. Begitu larut kita dalam nelangsa, sehingga melupakan harapan yang sebetulnya selalu ada di dalam Dia).

Segala-galanya yang menimpa dirimu terimalah saja, dan hendaklah sabar dalam segala perubahan kehinaanmu.
Ah, yang bener, God?
Masa’ sih, saya harus terima segalanya?
Masa’ sih, saya yang hebat begini harus menerima kehinaan di hidup saya?
Pertanyaan yang mungkin muncul itu hendaknya kita telaah lagi.
Segala hal yang menurut kita baik, belum tentu baik di mata-Nya.
Segala hal yang kita inginkan, belum tentu yang kita butuhkan.
Dan jika menganggap diri kita hebat, ingatkah kita akan Yesus Kristus yang jauhhhh lebih hebat dari kita, namun bersedia menerima kehinaan untuk mati di kayu salib bagi segenap umat manusia yang berdosa?
Ada baiknya kita berefleksi dan terus bercermin, diiringi doa, semoga kita dijauhkan dari kesombongan diri…

Sebab emas diuji di dalam api, tetapi orang yang kepadanya Tuhan berkenan dalam kancah penghinaan.
Emas diuji dalam api dan kancah penghinaan menjadi suatu pembelajaran luar biasa untuk tetap rendah hati dan berpegang pada kekuatan-Nya.

Percayalah pada Tuhan maka Ia pun menghiraukan dikau, ratakanlah jalanmu dan berharaplah kepada-Nya.
Ya Tuhan, kutahu tidak ada jalan lain selain percaya dan berharap kepada-Mu.
Jalani setiap tikungan yang berliku.
Karena kutahu, kesetiaan-Mu selalu mengiringiku.
Kuatkanlah hatiku…
Ketika hidup tak memberikan kemanisan yang pernah kurasakan di waktu lalu…
Jangan sampai kecut hatiku…
Namun, biarkan aku tetap setia menanti penggenapan rancangan-Mu
Di dalam hidupku…

24.09.2013

fon@sg

Saturday, August 31, 2013

Hina



Pernah dipandang orang lain dengan tatapan ‘menghina’ -dari ujung rambut sampai ujung kaki- yang bikin tidak enak hati alias risih?
Hmmm, saya pernah…
Pernah pula memandang orang lain yang dianggap kurang se-level atau tidak sehebat Anda dengan pandangan mengecilkan mereka?
Jujurnya saat introspeksi diri, walaupun berusaha keras untuk mengurangi hal itu, ternyata aku pun pernah melakukannya…

Ketika orang lain menganggap kita kecil, rasa apa yang timbul?
Tak berharga. Sendirian. Kesepian.
Tak diperhitungkan. Dikucilkan.
Tak ada perhatian.
Lalu muncul tindakan pengecilan terhadap diri sendiri…
Lalu mungkin pula muncul pertanyaan dalam hati:
“ Apakah hidupku ini sungguh berarti?”
Jika tidak, untuk apa aku hidup di dunia ini…
Bercampur frustrasi, terkadang beberapa orang yang depresi …
Mengambil jalan pintas untuk mengakhiri hidupnya sendiri…
Ah, haruskah setragis ini???
                                                            ***

Di dalam doaku yang kupanjatkan kepada-Mu, Tuhanku…
Suara itu masuk dan memenuhi hatiku…
“Engkau anak-Ku… Aku menerimamu apa adanya…”

Perlahan, damai itu menyelimuti hatiku…
Ah, Tuhan saja tak pernah mengganggapku hina, mengapa aku harus menganggap diriku tak berharga hanya karena segelintir orang yang tak menganggapku se-level dengan mereka?
Hidup terlalu berharga daripada mempermasalahkan orang-orang yang menganggapmu remeh dan tak berharga…

Dan…
Tak jarang, aku pun menganggap orang lain rendah dan hina.
Rasanya bahagia menemukan cacat-cela dari orang-orang di sekitar kita…
Sampai selebriti di nusantara, Asia, atau dunia…
Entah, rasanya asyik saja…

Tetapi…
Jika aku yang dihina, dicerca, dan dicela….
Betapa sakit rasanya…
Hancur hati seketika…

Teringat kembali pepatah lama…
Jangan lakukan jika itu tak menyenangkan bagi orang lain…
Karena jika itu terjadi padamu, kausendiri takkan suka…
Hmmm…
Kita tidak pernah jadi manusia hina karena Tuhan sungguh inginkan hadirnya kita di dunia…
Hidup terlalu berharga untuk mencela dan berduka
Atas keberadaan diri kita di alam semesta…

Jika perbedaan itu bisa jadi ajang hina-menghina paling juara…
Aku juga bisa memandang orang lain hina ketika mereka melakukan yang berbeda…
Ah, tapi, apa untungnya menjadi sama seperti mereka?
Mana kasih Allah yang seharusnya menuntunku senantiasa?
Biarkan kelembutan-Nya hapuskan dendam yang membara….

Tuhan, jauhkanlah aku dari penghakiman itu…
Bahwa orang lain lebih hina dariku…
Aku pun takkan suka menanggung hinaan itu…
Jika itu terjadi pada diriku…

Tuhan, aku begitu membutuhkan-Mu…
Untuk membimbingku selalu…
Siramilah hatiku dengan kasih-Mu itu…
Sehingga aku mampu
Mengasihi diriku dan sesamaku…

kan terus kutanamkan kesadaran betapa berharganya aku…
Takkan kubiarkan rasa hina membelenggu…
Dan aku pun belajar untuk tak memandang hina sesamaku…
Tuhan, kumohon pimpinan-Mu…

31.08.2013
fon@sg
*Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia,  dan Aku ini mengasihi  engkau, maka Aku memberikan manusia sebagai gantimu, dan bangsa-bangsa sebagai ganti nyawamu.

--- Yesaya 43:4

Saturday, August 17, 2013

Romo Yance Laka, This is For You…



Pertemanan di dunia maya yang tercipta bagiku, kupercayai atas perkenanan Yang Kuasa.
Beberapa sahabat bahkan jadi dekat, padahal tak pernah bertemu.
Tulisan ini mungkin agak aneh, kubuat bagi seseorang yang tak pernah jumpa denganku tetapi pernah beberapa kali berkontak via e-mail dan Facebook
Namun, dari situ pun kita bisa merasakan, seperti apa orang yang bersangkutan…
Pertemanan di dunia maya agaknya cukup mirip dengan pertemanan di dunia nyata…
Dan kupersembahkan tulisan ini bagi Romo Yance Laka, Pr (Romo Yohanes Senda Laka, Pr).
This is for you…

6 Agustus 2013

E-mail yang mengejutkan kuterima dari milis yang kuikuti.
Dr. Irene dari milis KBKK mengabarkan kabar duka.
Romo Yance Laka dari Atambua sudah berpulang.
Agak aneh rasanya ketika menerima berita itu.
Aku membatin, bukankah Romo Yance masih muda?
Pikiran yang datang sesudahnya, kenapa ya, sampai beliau meninggalkan dunia? Apa sakit atau apa?

Lalu kumenuju ke Facebook, sudah banyak ucapan untuk beliau di wall Facebook-nya…
Semua bernada duka, tak percaya, dan satu per satu komentar yang kubaca di sana semua sungguh menyayangkan kepergian beliau yang begitu cepat walaupun tak pernah bisa menentang kehendak Yang Kuasa.
Semua merasa begitu kehilangan dirinya.

Dengan keterkejutan yang tersisa, aku mulai membuka kembali lembaran demi lembaran surat elektronik yang menjadikan kami sahabat di dunia maya…

Pertengahan tahun 2010

Romo Yance mengawali kontaknya via e-mail dan mengomentari salah satu tulisanku yang berjudul A House Is Not A Home. Beliau menambahkan komentar yang mendalam atas apa yang sudah kutuliskan disertai undangan yang ramah untuk kapan-kapan berkunjung ke tempat beliau di Atambua untuk mengadakan semacam seminar atau ‘workshop’ seputar tulis-menulis bagi anak didik ataupun bagi yang membutuhkan di sana.

Sungguh, saat itu aku merasakan ketulusannya.
Aku sebenarnya sungguh ingin ke sana
Namun, kondisi anak yang masih balita ditambah kehamilan kedua yang sedang kujalani membuat aku sungguh tidak dapat berbuat apa-apa untuk memenuhi undangan itu.
Dalam lubuk hati, masih tersimpan keinginan itu.
Suatu saat nanti. Siapa tahu….

Kontak demi kontak berikutnya menjadikanku semakin mengerti, Romo ini sungguh seorang yang peduli.
Peduli pada siapa saja yang berkeinginan untuk maju, mencarikan jalannya, mau bersusah-payah mengontak mereka, asal keinginan baik dari anak didiknya tercapai.
Beliau mengontakku untuk mengedit kumpulan tulisan berupa puisi yang ingin dijadikan buku oleh seorang anak didiknya. Beliau sungguh ‘supportive’ dan bersedia mengontak beberapa penulis yang beliau kenal untuk mendukung niatan baik ini…
Aku pun menyetujuinya dan melakukan ‘editing’ yang dianggap perlu.
Aku merasakan beliau memang seorang yang baik dan ‘care’.

9 Agustus 2013

He is not a conglomerate, he is not a celebrity, and he is not a political figure, but 286 priests and almost 5000 people came to his funeral Mass with tears. How do you think he lived his life? 
Good bye Fr. 
Yance Laka... ( dari status seorang sahabat, Riko Ariefano).

Kita tak pernah tahu seberapa berharganya diri kita, mungkin sampai saat terakhir kita meninggalkan hidup ini.
Kita takkan tahu, bahkan tak pernah tahu…
Tetapi, oranglah yang akan menilai…
Sebagaimana gajah yang mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, demikianlah manusia pada akhir hidupnya…

Wall Facebook Romo Yance Laka berbicara banyak.
Setiap mampir ke sana selama masa-masa awal berpulangnya beliau, air mataku masih menetes.
Sungguh, beliau orang yang luar biasa.
Sebagaimana yang ditulis dan ingin beliau tuliskan di makamnya.
He’s a great priest with a big heart!

Sungguh benar seperti yang Riko tuliskan.
Romo Yance bukanlah seorang konglomerat, bukan pula seorang selebriti, dan dia bukan tokoh politik. Tetapi, yang menghadiri misa pemakamannya membludak! 286 Romo dan 5000 orang yang datang dan semua menangis.
Sungguh luar biasa teladan hidupnya bagi kita semua…
How do you think he lived his life? Tanya Riko…
And how should we live our life??? (lanjutku dalam hati…)

Jika hidup hanya sekali, bagaimanakah seharusnya kita hidup?
Apakah kita sudah hidup dan menampakkan kasih Tuhan pada orang-orang yang kita temui di sekitar kita?

Dan Romo Yance sudah menyelesaikan pertandingannya dengan hebat (I have to say…).
He has lived his life amazingly. Wonderfully. Greatly…
He’s fighting his battle of life with all his heart…

Terima kasih, Romo untuk teladan hidupmu.
Inspirasimu.
Membuatku dan setiap orang yang membaca dinding Facebook-mu…
Apalagi mereka yang sudah tersentuh sedemikan rupa karena begitu dekat denganmu, merasakan kebaikan Tuhan yang luar biasa melalui engkau…
Dan betapa hidup yang sudah pernah tersentuh kasih itu tak pernah lagi sama…
Aku bersyukur mengenalmu…

Epilog…

Hidup itu singkat.
Sementara.
Dan bagaimana kita seharusnya melangkah dalam hidup ini terkadang kita pun ragu sendiri…
Tetapi, beberapa orang bahkan menjadi inspirasi…
Bahwa hidup dan panggilan yang dijalani sepenuh hati dalam kasih Kristus akan menghasilkan buah-buah yang tak tanggung-tanggung…
Yang begitu terasa kehilangannya jika yang bersangkutan itu harus pergi.
Apalagi sampai selamanya ke Rumah Bapa…

We thank you, Fr.Yance Laka.
Terima kasih karena teladan hidupmu. Karena kebaikanmu.
Membuatku terinspirasi untuk memberikan yang terbaik dalam hidup ini…
Bukan untuk siapa-siapa…
Hanya untuk memuliakan nama Yesus semata.

You’ll surely be missed…       
But we know that life goes on…
And from above, you’re watching all of us with your great smile.

This is for you, Romo Yance…     
Seorang sahabat di dalam Kristus.
Au Revoir, Romo…
‘Till we meet again.

Singapura, di hari Merdeka, 17.08.2013

fon@sg

Saturday, July 13, 2013

Tuhan, Kasihanilah…



Saat begitu banyak hal terjadi, jauh dari apa yang kumengerti…
Aku hanya berucap
Tuhan, kasihanilah…

Saat begitu banyak kekecewaan yang terjadi, bahkan bertubi-tubi…
Aku membawa segalanya ke hadirat-Mu
Tuhan, kasihanilah…

Saat aku kehabisan kata-kata kala berdoa…
Dan hanya kesesakan bercampur tangisan yang ada di sana
Tuhan, kasihanilah…

Saat beribu ketidakpastian ada di depan mata…
Saat kegagalan lagi-lagi menyapa…
Tuhan, kasihanilah…

Saat luka-luka lama kembali menganga…
Dendam berkuasa membakar di dada…
Tuhan, kasihanilah…

Saat keperihan demi keperihan kulalui…
Bersama rasa sepi dan kesendirian di hati…
Tuhan, kasihanilah…

Saat hati begitu risau…
Galau…
Tuhan, kasihanilah…

Saat iri hati dan dengki mencoba menghampiri…
Ditambah lagi keegoisan diri…
Tuhan, kasihanilah…

Saat begitu banyak orang yang mencari cara untuk lari dari janji suci…
Ikrar setia sampai mati dalam mahligai pernikahan sejati…
Tuhan, kasihanilah…

Betapa kami adalah makhluk yang lemah dan tak sempurna…
Tetapi, itu bukan alasan untuk tidak setia…

Kusadari, Tuhan…
Tanpa-Mu, kami bukan siapa-siapa…
Bersama-Mu kuyakin kami bisa lewati semua…

Biarkan harapan itu menyala…
Iman itu meraja…
Dan rasa damai kembali singgah dengan indahnya..

9 Juli 2013
fon@sg

* in silent prayer, Lord have mercy. Christ have mercy. 

Sunday, June 30, 2013

Mendengar Suara-Mu


 
Di hadirat-Mu, kubersujud

menikmati kehadiran-Mu

Kubuka hati saat ini 'tuk mendengar suara-Mu



Reff:

Firman-Mu Tuhan ya sungguh benar

menerangi jalanku

Firman-Mu Tuhan membentuk hidupku

Kubersyukur pada-Mu
(lirik lagu: Mendengar Suara-Mu)
 
Lagu itu bergema merdu di ruangan auditorium Blessed Sacrament Church hari ini. Saat kuhadiri misa minggu sore. Misa berbahasa Indonesia.
Sungguh membangkitkan kenangan lama akan lagu-lagu rohani semacam ini. 
Suddenly, a sentimental feeling fills my heart…
 
Sepertinya air mata sudah ingin turun, tetapi entah mengapa mengurungkan niatnya.
Keharuan sungguh menyelimuti hatiku.
Begitu rinduku, Tuhan, akan saat-saat itu…
Bersekutu, memuji dan memuliakan nama-Mu…
Begitu indah, begitu hening, begitu mulia-Nya Engkau..
Kurasakan pula begitu dekatnya Engkau di hati…
 
Setelah sekian lama aku tak lagi memiliki waktu untuk ikut aktif di kegiatan-kegiatan rohani…
Agaknya, ‘siraman kesejukan’ yang kurasakan sore ini sungguh patut kusyukuri.
Doa-doa harianku pun terkadang tidak selalu fokus, karena terbentur kegiatan mengurus anak plus kurang tidur yang sudah kualami setahun belakangan ini… Walaupun itu bukanlah alasan, namun kurasakan sedikit-banyak keadaan yang tak lagi sama seperti dulu dalam berelasi dengan-Nya. 
Satu hal yang kupegang, aku terus berusaha menyertakan Dia dalam segala kegiatan harianku. Segala yang kurasakan, segala pergumulan, segala kesukaan, segala keceriaan, kuingin berbagi hanya dengan-Mu, Yesusku…
 
Berbagai peristiwa, kelelahan, dan keraguan pun menerpa…
Hal-hal penting yang tengah kami tunggu saat ini…
Seputar pendaftaran sekolah SD anak kami yang akan datang sebentar lagi, sementara kepastian akan izin tinggal tetap kami di sini belumlah keluar…
Dan beberapa rencana penting terpaksa harus tertunda…
Kalau dulu pastilah aku sudah begitu kacau…
Sekarang? Walaupun secara manusiawi aku pun merasa lelah menunggu segala kepastian dari-Mu, Tuhan… Tetapi, tak kurang keyakinanku akan rancangan-Mu dalam hidupku…
Sebagian dari hatiku terus berbisik bahwa Engkau tahu yang terbaik bagi kami. Engkau pasti datang tepat waktu. Engkau pasti memiliki ‘ending’ bagi beberapa masalah yang tengah kami tunggu. Jauh lebih indah dari ‘ending’ yang kami kira akan terjadi…
Kuserahkan ini semua ke dalam tangan-Mu…
Dan biarkan saat ini, aku hanya ingin …
Bersujud pada-Mu…
Menikmati kehadiran-Mu…
Dan…
Mendengar suara-Mu…
Biarlah aku membuka seluruh hati dan keberadaan diri-Ku…
Untuk-Mu…
 
30 Juni 2013
fon@sg

Tuesday, June 25, 2013

Haze (Kabut Asap)


Di akhir liburan, kami dihadapkan pada kenyataan bahwa Singapura tertutup haze (kabut asap) yang disebabkan oleh pembakaran hutan di daerah Riau.
Tentu saja saya cukup cemas, tetapi akhirnya memutuskan untuk pulang tepat waktu. Karena sekitar seminggu lagi, sekolah anak-anak akan segera dimulai kembali.

Perihal kabut asap ini, membuat saya pun ditanyai oleh beberapa sahabat mengenai kondisi kami dan keluarga. Sungguh terima kasih tak terkira atas perhatian Sahabat sekalian. Beberapa hari ini, cuaca Singapura cukup cerah, konon disebabkan oleh berubahnya arah angin, malah Malaysia yang menyatakan negaranya dalam keadaan darurat (‘state of emergency’) dikarenakan oleh kabut asap juga. Dan tentu saja, kita berharap keadaan ini segera pulih.

Misa Minggu Sore 23 Juni 2013, St. Bernadette Church @ Zion Road

Romo Sambodo, SS.CC membuka misa dengan sesuatu yang ‘up to date’ dan merangkainya dengan indah.
Seperti Singapura yang ditutupi kabut, asap… Begitu pun kondisi hati kita yang sering tertutup kabut dan asap sehingga tak mampu melihat dan merasakan kasih Allah dalam hidup kita…

Aku tersentak.
Begitu benar ungkapan itu.
Tak jarang kabut dan asap menyelimuti hatiku, hatimu, hati kita.
Sehingga pandangan kita pun tak jelas, samar-samar, tak tertuju pada-Nya.

Hari itu, aku sungguh berdoa agar Tuhan singkapkan semua kabut di hati yang menghalangi kasih-Nya masuk dan memenuhi hatiku.
Mungkin itu berupa kebencian, amarah, dendam, ataupun luka yang masih menganga…
Sungguh, kuingin itu semua berada dalam kendali. Bukan berarti aku melupakan itu semua seolah amnesia. Tentu saja bukan!
Tetapi, biarlah itu semua menjadi pelajaran bagi diriku sendiri. Membuatku belajar lebih baik lagi dalam hal mengasihi. Dan itu semua-agaknya- takkan mungkin terjadi tanpa campur tangan Allah sendiri.

Hari ini…
Konon hujan es batu mengguyur bagian Barat Singapura. Beberapa daerah seperti Bukit Batok, Jurong East, dan beberapa bagian lainnya merasakan hujan es batu itu. Sekitar tempat tinggalku tidak, walau terlihat begitu hitam mendung yang menggayuti langit sore ini…
Kabut sudah berlalu, namun mungkin akan kembali.
Berganti hujan es batu yang memenuhi hari sebagian warga di sini…

Aku tetap berdoa agar segala musibah ini bisa berlalu.
Paniknya rakyat di sini yang memburu masker N95. Keadaan yang begitu berasap yang bahkan terasa sampai di dalam tempat tinggal- seolah tetangga sedang bakar-bakar kertas, semoga tak lagi mengisi hari-hari ke depan nanti…

Dan aku pun berdoa…
Agar damai Tuhan menghampiri setiap hari…
Agar kasih-Nya mengisi setiap relung hati…
Agar setiap kerinduan akan-Nya tak lagi tertutupi…
Ya Tuhan, bukalah mata hati kami…
Jangan ada batas-batas itu lagi…
Kabut asap silakan pergi…
Biarlah mentari kasih-Nya yang ganti menyinari…
Pancaran kelembutan yang indah dan begitu dinanti…
Setiap insan manusia di bumi ini.

25.06.2013
fon@sg

  • badai pasti berlalu. Kabut asap pun begitu #in faith I believe in You.

Saturday, April 13, 2013

Being Mom – Bekal




Setiap pagi saat masa sekolah, saya selalu menyiapkan bekal makanan bagi kedua putri saya.
Ada dua botol air minum  yang selalu saya siapkan, lalu juga ada kotak makanan…
Yang satu akan saya isi roti selai, yang satu lagi isi biskuit atau ‘snack’ lainnya. Kecuali Jumat, saya akan siapkan buah-buahan buat Si Kakak karena Friday is a Fruit Day di sekolah mereka. Setiap anak dianjurkan untuk membawa buah-buahan dan makan bersama teman-temannya di sekolah sebagai upaya hidup sehat.
Ya, anak-anak saya hanya bersekolah 2-4 jam per hari, jadi tak perlu makanan yang terlalu berat.
Dan anak kami yang tertua mendapatkan ‘lunch’ di sekolah.
Jadi, saya siapkan roti selai hanya jika dia ada les tambahan di sekolahnya, sekitar seminggu tiga kali.

Entah mengapa, kemarin, seolah kata ‘bekal’ itu begitu kuat di benak saya.
Saya memang membekali mereka dengan makanan jasmani…
Tetapi itu saja belumlah cukup…
Tak lupa pula, ‘bekal’ yang lebih penting untuk di kemudian hari, ketika suatu saat mereka menjadi dewasa nanti…
Bekal pendidikan, bekal  kasih Tuhan… Terus saya upayakan untuk ditanamkan di tengah seluruh kesibukan saya mengurus keluarga…
Tentunya tidak mudah, karena dalam kondisi yang kelelahan tak jarang saya pun sulit untuk selalu tersenyum ceria pada mereka.
Tak jarang pula upaya pendisiplinan mereka menjadikan saya harus menegur, mengingatkan, mungkin juga ‘marah’ agar mereka tetap berada pada jalur yang benar…
Menjadi orang-orang yang berkarakter baik dan terus menjadi perpanjangan tangan Tuhan di tengah kondisi masyarakat yang entah bagaimana di dua puluh sampai tiga puluh tahun ke depan…
Secara manusia, saya sadar, saya sangat terbatas.
Saya tidak sanggup jalankan segalanya sendirian…
Saya sungguh membutuhkan bantuan Tuhan dalam mendidik anak-anak karunia-Nya agar tetap di jalan-Nya…

Bekal…
Kata ini masih begitu meresap di hati…
Sampai di malam hari…
Ketika putri tertua kami, Odri, memeluk saya dan berbisik di telinga saya…
“ Mom, will you still love me when I'm older?”

Saya pun menjawab:
“ Of course, Odri. Mommy will always love you.”

Saya sadar, saya sungguh jauh dari gambaran Ibu yang sempurna. Tetapi, gambaran itu-jika memang ada- adalah perjuangan setiap hari dari setiap Mama… Entah seorang Ibu yang juga berkarier atau seorang Ibu yang sepenuh waktu menjaga anak seperti saya…
Karena dulu sempat bekerja, saya pernah pula merasakan keinginan untuk berpenghasilan lagi. Sekarang semuanya itu seolah tertunda, tetapi saya pun setiap hari berjalan dalam iman, bahwa Tuhan akan cukupkan. Bahwa Tuhan tahu waktu yang paling tepat kapan bagi saya untuk kembali bekerja kembali atau harus kerja dari rumah atau apa saja.
Saya percayakan kepada-Nya…

Setiap hari, saat ini, adalah pembekalan bagi dua putri-putri kami…
Di tengah keterbatasan saya, saya pun menimba kekuatan dari-Nya…
Tuhan yang Kuasa…
Yang akan selalu menolong setiap umat yang mencari wajah-Nya…

Dan malam hari, saat doa malam…
Saya kembali tersenyum saat Lala-anak kedua kami-berdoa dengan kepolosan seorang anak di usia dua tahun dan diucapkannya dengan cukup lancar…
Thank you, Jesus for today…
For Mama, for Daddy, for Lala, for Cie-cie Odri, for Teddy Bear, dan seterusnya- dan sebagainya…”

Tuhan, terima kasih.
Betapa setiap detik kusyukuri sebagai anugerah-Mu atas ‘motherhood’ yang dikaruniakan bagiku. Dengan segala tawa, canda-ceria, dan juga derai air mata yang mengiringinya…

Semoga Engkau membekaliku dengan kasih-Mu sehingga bisa berbagi kasih kepada kedua putriku dan orang-orang di sekitarku.
Amin.

12.04.2013
fon@sg