Friday, December 12, 2014

Being Mom: Faith in His Timing


Being Mom: Faith in His Timing

5 Januari 2014

Masih teringat dalam benak saya, ketika kami mengawali tahun 2014 ini.
Saat anak kami yang pertama-panggilannya Odri- memulai kursus renangnya di minggu pertama di bulan Januari.
Sebelum ini, hanya latihan-latihan biasa bersama papanya, namun belum benar-benar bisa.
Mau diajari agar kepalanya masuk ke dalam air, dia tak mau.
Sepertinya dia masih takut.
Namun, karena saya pribadi pernah punya pengalaman yang cukup membuat trauma saat Odri didorong ke kolam renang oleh seorang anak bule di tempat tinggal kami sebelumnya, jadi ada rasa kuatir juga kalau dia belum bisa renang.
Kursus renang ini bukan buat gengsi-gengsian, melainkan untuk 'survival', jika suatu saat ternyata harus 'kecemplung' lagi di kolam renang.
Sehingga, kami memutuskan-dengan persetujuan Odri yang mendadak pengen belajar juga- untuk mencari pelatih dan memulai kursusnya.

Minggu demi minggu berlalu.
Saya harus menunggu selama 1 jam, duduk di sisi kolam, melihat dia berlatih.
Pertama berlatih pernafasan, lalu diajari pelan-pelan gaya dada.
Pelajarannya menggunakan 'swimming float' untuk membantunya mengapung di permukaan.
Jujur, selama 1 jam, kadang emaknya mati gaya sendiri hihihi...
Mau ikutan renang, jujur lagi nih, agak malas.
Karena memang aku gak terlalu suka renang, juga sekaligus maunya melihat dia berlatih karena masih pemula, jadi gak berani dilepas..
Dari baca buku, berdoa, lihat gadget, semua dilakukan...
Satu sisi bersyukur juga, karena punya 'me time' yang dipaksakan, meskipun di sisi kolam renang saja.

Kadang bosan, kadang bengong, kadang ketawa sendiri lihat gadget (untung yang ini jarang, kalo sering, apa kata dunia? Hahaha...)
Minggu demi minggu, perlahan tapi pasti terlihat juga 'progress' Odri.
Memasuki bulan Desember ini, dia sudah menguasai gaya dada dan bisa berenang sepanjang kolam orang dewasa dengan standar olympic. Juga mulai belajar gaya bebas.
Intinya, saya melihat hasil yang nyata dari awal tahun dan akhir tahun ini...
Sungguh bersyukur banget:) Sukacita, senang...

                                                                            ***

Perjalanan menunggu Odri les renang ini mengingatkan saya akan arti menunggu di kehidupan ini.
Betapa sering dalam hidup, kita dihadapkan pada kenyataan: suka atau tidak, kita harus menunggu...
Terkadang proses menunggu itu berjalan menyenangkan, seperti menunggu kelahiran seorang bayi yang tengah dikandung oleh Bundanya....
Namun, tak jarang, proses menunggu itu malah menguras energi dan membuat kita kecewa, lemah iman, putus asa, mempertanyakan kepedulian Tuhan akan hidup kita, dan hal-hal negatif yang begitu menyerap hal-hal positif dalam hidup kita dan menggantikannya dengan kekuatiran.

Contohnya: saat menunggu Sang Jodoh yang tak kunjung tiba, menunggu anggota keluarga yang sakit keras, menunggu kehadiran bayi yang tak kunjung hadir di pernikahan yang sudah cukup lama, dan masih banyak peristiwa 'menunggu' di sekitar kita yang membuat kita begitu sulit menjalani hari lepas hari...

Di akhir tahun ini menjadi saat yang tepat bagi saya (semoga bagi kita bersama juga:)) untuk mengevaluasi, bagaimana sikap saya selama menunggu?
Apa saya menjadi marah, lemah iman, dan menjauh dari Tuhan?
Atau malah masa-masa ini menjadikan saya lebih mendekat kepada-Nya untuk mencari apa rencana-Nya dalam hidup saya?

Tahun ini, juga di tahun-tahun berikutnya, pasti ada kejadian yang mengharuskan kita menunggu.
Apakah kita menyiapkan diri dengan baik selama proses itu dan percaya akan waktu yang sudah ditetapkan-Nya bagi kita? Itu tetaplah menjadi pilihan kita.
Semoga demikian adanya.
Mari terus belajar untuk membangun iman yang kuat di dalam Tuhan.
Dan percaya, segala sesuatu akan indah pada waktu-Nya.

He has made everything beautiful in its time. He has also set eternity in the human heart; yet no one can fathom what God has done from beginning to end.

--- Ecclesiastes 3:11


13.12.2014
fon@sg

Wednesday, December 3, 2014

Saat Kukecewa



Selamat pagi, Bapa…
Pagi ini hujan turun begitu derasnya, Tuhan….
Sebagaimana yang sering kualami dalam hidupku…
Hujan, badai, gelombang kehidupan yang kualami….
Segalanya yang ingin selalu kupersembahkan kepada-Mu…
Namun, pada kenyataannya, tak selalu bisa kupersembahkan itu semua dengan rela…
Dengan keikhlasan penuh di hatiku…
Tak jarang, aku harus menghadapi bagian dari diriku yang sungguh-sungguh kecewa…

Kecewa karena rencanaku tak terlaksana…
Biarpun aku percaya bahwa rencana-Mu yang terbaik bagiku, tak semudah itu aku langsung melangkah ke jenjang berikutnya…
Terkadang butuh waktu dan proses yang cukup lama..
Memakan waktu yang panjang untuk berdamai dengan diriku, untuk tidak menyalahkan siapa pun, terutama juga untuk tidak menyalahkan-Mu…
Aku sadar, aku terkadang bisa merasa Kau tidak lagi peduli padaku…
Saat doa-doaku tak terjawab…
Saat kenyataan begitu menghancurkan hati…
Sering kali, aku bertanya, “ Tuhan, Kau di mana?”
Adakah Engkau di setiap langkahku? Selalu?
Jujur saja, saat aku begitu kecewa, aku jadi begitu meragukan itu semuanya itu.

Dalam naik-turunnya proses kehidupan yang harus dijalani semua orang, termasuk diriku…
Aku sebetulnya terus berusaha belajar untuk menerima…
Bahwa rancangan-Mu pastilah yang terbaik bagiku…
Namun, satu demi satu kecewa yang tak kukendalikan dengan baik itu...
Mulai menumpuk satu demi satu…
Kegagalan demi kegagalan…
Sakit hati yang tertahan dan tak terselesaikan…
Luka batin yang menoreh bagian hati yang terdalam…
Tak semudah itu terlepaskan…
Dan, kenyataan ini begitu berat kurasakan…

Mudah bagiku untuk berseru, “ Tiada yang mustahil bagi-Mu,” ketika aku tengah bersuka.
Ketika begitu banyak kemudahan dilimpahkan kepadaku.
Ketika kesuksesan menyapaku.
Namun, ketika semua hal itu berbalik dariku…
Tak semudah itu bagi mulutku untuk tetap memuji-Mu…

Secara jujur, kuakui bahwa inilah aku, Tuhan…
Dengan segala kelemahan manusiawiku…
Dengan segala kekuranganku…
Namun, terlepas dari semuanya itu…
Aku mau tetap menjadi kesayangan-Mu, menjadi murid-Mu yang setia sampai akhir hidupku…
Aku tetap mau menjalani hidupku bersama-Mu, meskipun tak seindah yang kukira dulu…
Grafik relasi yang naik-turun pun kualami bersama-Mu…

Di sini, saat ini…
Dengan segala kerendahan hati, kumohonkan bimbingan Roh Kudus-Mu…
Untuk senantiasa memimpinku ke jalan yang benar…
Ke jalan yang memuliakan nama-Mu…
Segala kecewaku, sakit hati, luka batin, rasa sepi, perasaan ditinggalkan, perasaan tak lagi dipedulikan, perasaan minder, perasaan bahwa aku tak layak bagi-Mu, dan segudang perasaan-perasaan negatif lainnya kubawa kepada-Mu.
Kembali kupercayakan hidupku kepada-Mu.
Aku percaya, Tuhan, setelah segala badai dan gelombang yang mengguncangkan hidupku…
Akan ada lagi pelangi yang indah yang Kausediakan bagiku…
Sebagaimana Sang Pelangi sering muncul seusai hujan…
Aku percaya, akan adanya warna-warni yang menceriakan itu akan kembali Kauhadirkan…



Di proses ini, aku belajar…
Untuk menerima (kembali), bahwa Engkau adalah Allah yang setia…
Yang selalu ada di setiap episode kehidupanku…
Engkau takkan pernah meninggalkanku…
Engkau tahu yang terbaik bagi setiap anak-anak-Mu, termasuk diriku…
Dan, aku harus belajar terus merencanakan segala sesuatu, namun juga fleksibel ketika itu semua berubah haluan…
Aku percaya kepada-Mu.

Jesus, I trust in You.
On days when I am afraid,
I put my trust in you. (Psalm 56:3)
I’ll walk with You and won’t lean on my own understanding.(Proverbs 3:5)
I will trust the Lord with all my heart.
Jesus, I trust in You.

04.12.2014
fon@sg


Tuesday, October 14, 2014

Kuman di Seberang Lautan Tampak

Kuman di Seberang Lautan Tampak

Judul tulisan kali ini, tentunya sangat familiar bagi kita, terutama ketika pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dulu.
Untuk lengkapnya, peribahasa ini  berbunyi sebagai berikut:
Gajah di pelupuk mata tidak tampak, kuman di seberang lautan tampak .

Udah gajah, di pelupuk mata, gak keliatan lagi...
Kuman yang di seberang lautan yang begitu kecilnya, malah kelihatan.
OMG-Oh My God!
Gejala apa ini?

Mungkin ini semua terjadi pada kita.
Saya pun mengalaminya dan ini sangat relevan dengan pengalaman sebagai Editor di tahun yang kedua untuk renungan harian wanita Katolik-dari wanita untuk wanita yang bertajuk Treasuring Womanhood.

Setelah beberapa tahun menjadi salah satu penulis wanita di renungan harian yang luar biasa ini, ada kesempatan untuk menjadi Editor yang pada tahun ini memasuki tahun kedua.
Ternyata, saya menikmati peranan dan tugas ini.
Membaca renungan yang bagus-bagus dari para penulisnya, memberikan banyak inspirasi juga, terkait dengan tulisan renungan harian pribadi yang setiap hari harus saya tuliskan: Thought of the Day
Sebagai sebuah kesetiaan kecil kepada-Nya, sebagai ucapan syukur atas kesetiaan yang teramat besar yang sudah saya nikmati dari Yesus.

Oke, kembali ke peranan Editor.
Saya selalu dituntut untuk kritis. 
Melihat panjang naskah, tata bahasa, apakah ada salah ketik atau tidak.
Juga, sedapat mungkin saya membuat kalimat-kalimat dalam renungan tersebut menjadi sesuatu yang terangkai indah dan moga-moga dimengerti pembacanya. 
Sehingga pesan-pesan itu bisa tersampaikan dengan baik lagi. 
Tentunya di luar segala faktor manusiawi yang bisa saya lakukan, ada faktor yang utama dan paling penting yaitu untuk selalu memohon bimbingan Roh Kudus tiap kali membaca ayat alkitab atau renungan harian. 
Agar Dia membuka mata hati kita saat membaca dan merenungkan firman-Nya.

Seolah mudah menemukan kekurangan para penulis. 
Walaupun itu memang tugas saya, tetapi di dalam hati, saya terus diingatkan...
Bahwa memang mudah untuk melihat kesalahan orang lain, namun sulit untuk melihat kesalahan diri sendiri-bahkan untuk mengakuinya dan bertanggung jawab atasnya.
Kuman di seberang lautan memang tampak, bahkan teramat besar!

Apakah sebagai penulis saya tidak pernah melakukan kesalahan dalam hal ejaan maupun dalam hal merangkai kata-kata untuk menjadi kalimat bermakna?
Tentu saja pernah! Sering malah:)

Untuk itulah, saya pun membutuhkan seorang Editor ketika hendak menerbitkan buku secara pribadi ataupun berkelompok bersama teman-teman.
Ini saya alami sendiri, ketika melakukan penerbitan buku Chapters of Life: From Nothing Into Something (Menuliskan Kebaikan dari Hal-hal Sederhana), juga beberapa buku keroyokan semisal dari para perantau Katolik di berbagai belahan dunia yang menuliskan kisah perjalanan iman mereka dan dirangkum dalam buku berjudul: Kutemukan Kasih Tanpa Syarat.

Ketika melakukan refleksi pribadi, saya pun menemukan, begitu mudah kita menjadi marah atau kecewa terhadap orang lain. Juga kepada Tuhan.
Kehidupan doa yang menjadi kering, jarang berdoa karena merasa permintaan kita tak dikabulkan, juga adalah gejala bahwa kita menyimpan sesuatu yang kita anggap sebagai 'kesalahan.'
Hal ini sungguh sangat berbeda dengan apa yang dituliskan dalam 1 Korintus 13, ayat-ayat yang begitu sering kita dengar tentang kasih.
Di antaranya, terutama pada ayat 5, terdapat hal yang relevan dengan tulisan kali ini:

Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
--- 1 Korintus 13:5

Bahwa kasih tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
Berkaca dari ayat ini, saya pun terkadang menyesali kesalahan saya.
Bahwa terkadang masih sering marah dan menyimpan kesalahan orang lain.
Sementara, ketika saya salah, begitu inginnya saya dimengerti dan diampuni...
Berharap ada kesempatan baru: kedua, ketiga, dan seterusnya bagi saya untuk memulai kembali.
Sementara, ketika orang lain (terutama mereka yang dekat dan setiap hari berinteraksi dengan kita: suami/istri, anak-anak, atau para asisten rumah tangga, dan seterusnya) melakukan kesalahan, kita begitu sulit 'move on' untuk memaafkan mereka.

Bagaimana jika kita yang melakukan kesalahan terhadap Tuhan?
Tuhan selalu mengampuni kita, asalkan kita berbalik ke jalan-Nya serta mengakui segala kesalahan kita.  Seperti ayat dari Mazmur 103:12, "Sejauh timur dari barat, sejauh itu dibuang-Nya dosa-dosa kita."
Buat kita yang Katolik, ada 'privilege' dalam bentuk Sakramen Pengakuan Dosa yang sungguh membuat kita merasa lega karena merupakan penyembuhan bagi batin kita. 

Dari tugas 'editing' kali ini, saya pun kembali diingatkan...
Jadi orang itu jangan terlalu suka mencari-cari kesalahan orang lain.
Karena ketika giliran kita yang salah dan orang lain yang mencari-cari kesalahan kita, akankah kita suka diperlakukan demikian?
Benahi dulu gajah yang tampak di pelupuk mata.
Benahi diri, benahi hati, demi menjadi murid Kristus yang lebih mau mengampuni dalam kasih Tuhan yang tak terhingga.
Kita mungkin pernah terluka, sehingga sulit untuk mengampuni...
Namun, dengan menggenggam luka serta mencari-cari kesalahan orang lain, takkan membuat kita ke mana-mana.
Hanya berada di pusaran luka yang kita ciptakan dan pertahankan sendiri.
Yuk mari, 'move on' untuk mengampuni kesalahan orang lain...
Juga terus introspeksi diri...

Sekian tulisan kali ini.
Semoga tidak terlalu panjang buat disimak dan dibaca...:)

Salam dalam kasih Kristus buat teman-teman semua, di mana pun Anda berada.

14.10.2014
fon@sg
* sudah diposting di blog Jesus, I Adore you http://fon4jesus.blogspot.sg/2014/10/kuman-di-seberang-lautan-tampak.html

Tuesday, August 26, 2014

Sempurna di Mata-Mu


Jika hidup ini sempurna bagiku…
Selalu kudapat apa yang kumau…
Selalu sukses dan bahagia…
Tak pernah ada duka apalagi tetes air mata…
Tentunya aku ‘seolah’ menjadi Ratu (baca:penguasa utama) atas duniaku…
Segala yang kumau bisa kuraih dengan mudah
Tanpa perlu ada usaha yang berarti…

Namun, nyatanya…
Banyak kali rencanaku gagal…
Sering kali aku harus menangis dalam duka yang mendalam…
Ketika hidup tak berjalan seperti yang kuharapkan…
Ketika harus ditinggal orang-orang terkasih yang dekat di hati…
Kata SEMPURNA, seolah begitu jauh dariku…
Apakah kemudian hidup ini masih memberi arti?
Begitu tanya hatiku…

Setelah berjalan sekian lama…
Memasuki proses kedewasaan diri…
Aku kembali memberanikan diri berkata…
Ya, Tuhan…
Tidaklah mengapa jika hidup ini tak sempurna bagiku…
Karena memang, itu tidaklah mungkin..
Namun, biarlah hidup ini sempurna di mata-Mu…
Karena …
Engkaulah Sang Maha Tahu apa yang terbaik bagiku…
Engkaulah Yang Empunya Rencana paling hebat …
Dari awal sampai akhir hidupku…

Menghadapi kegagalan dengan senyuman…
Bukan karena kuatku…
Sekali lagi BUKAN…
Itu semua hanya karena kasih-Mu yang memampukan aku…
Untuk jalani hidupku…
Agar nantinya semua itu sempurna di mata-Mu.

27.08.2014
fon@sg

·         Sebab Tuhanlah Sang Maha Sempurna. Sekarang dan selamanya.

Monday, June 30, 2014

Veni Sancte Spiritus

Mary Immaculate Parish, Quakers Hill-Schofields, Sydney.


8 Juni 2014.

Minggu pagi yang dingin.
Cuaca musim dingin di Australia seolah membuat tubuhku sedikit kaku.
Kami baru saja tiba sehari sebelumya di Negeri Kangguru ini, untuk mengunjungi saudara sekaligus berliburan.
Minggu itu, Minggu Pentakosta.
Niatan untuk Misa begitu kuat dan rasanya harus kulaksanakan.
Aku ingin selalu mendekat pada-Mu, ya Tuhan...
Sebagai ungkapan syukurku atas perlindungan-Mu di dalam hidupku...

Kulangkahkan kakiku masuk ke Gereja...
Misa pukul 09.00 pagi...
Gereja masih terbilang sepi. Masih cukup banyak tempat duduk yang belum terisi.
Suasana hikmat...
Ini Minggu Pencurahan Roh...
Hatiku berbunga-bunga.
Teringat kembali masa-masa aku menikmati kasih-Nya saat minggu-minggu Pentakosta sebelumnya.
Tanpa terasa, sudah hampir 14 tahun aku dibaptis:)

Perjalanan imanku terlintas satu-satu...
Bak film yang tengah terputar di benakku...
Perjalanan naik-turun untuk bertahan sebagai Pengikut Kristus...
Di tengah arus dunia yang begitu banyak godaan...
Masihkah aku tetap bisa setia?
Di tengah banyak kekecewaan dan kegagalan yang melemahkan?
Masihkah aku mampu mencari Sang Sumber Pengharapan?
Aku berusaha fokus pada Misa.
Udara dingin tergantikan kehangatan di dalam karena gereja dilengkapi alat pemanas (heater) yang cukup membuat para pengunjungnya merasa nyaman.

***

Sepanjang Misa kulalui dengah khusyuk.
Kelelahan persiapan perjalanan dan masa-masa penerbangan seolah terbayarkan dengan kesegaran alam yang indah, juga hadirnya aku di rumah-Mu, Tuhan...
Terima kasih.
Tiba-tiba, sebuah suara bening memecah keheningan.
Solis perempuan itu menarik perhatian seluruh umat, termasuk diriku.
Wajahnya tak jelas dari tempatku duduk, namun suaranya sungguh bening dan indah.
Terlebih lagi lagu yang dilantunkan membuatku tak bisa lagi berkata-kata.
Speechless. In amazement.

Come, Holy Spirit, from heaven shine forth with your glorious light.
Veni Sancte Spiritus

Come, Father of the poor, come, generous Spirit, come, light of our hearts.
Veni Sancte Spiritus

Come from the four winds, O Spirit, come breath of God; disperse the shadows over us, renew and
strengthen your people.
Veni Sancte Spiritus

Most kindly warming light! Enter the inmost depths of our hearts, for we are faithful to you.
Without your presence we have nothing worthy, nothing pure.
Veni Sancte Spiritus

You are only comforter, Peace of the soul.
In the heat you shade us; in our labour you refresh us, and in trouble you are our strength.
Veni Sancte Spiritus

On all who put their trust in you and receive you in faith, shower all your gifts.
Grant that they may grow in you and persevere to the end. Give them lasting joy!
Veni Sancte Spiritus




Seketika suasana hatiku dipenuhi rasa tenang yang luar biasa.
Diliputi rasa syukur tak terhingga.
Kelelahan, kekeringan, dahaga, seolah terpuaskan oleh kehadiran-Nya.
Veni Sancte Spiritus.
Datanglah Roh Maha Kudus...
Penuhilah setiap hati yang mendambakan-Mu...
Juga setiap orang yang seolah melupakan kehadiran-Mu...
Engkaulah Roh Penghibur di dalam kesedihan...
Roh pengetahuan yang membuka setiap jalan yang kami tak ketahui...
Engkau adalah Roh yang diutus Allah untuk membantu setiap umat-Nya dalam menghadapi setiap permasalahan yang timbul...

Tanpa terasa air mataku menetes perlahan.
Bukan, ini bukan air mata kesedihan!
Namun, sukacita...
Terbayang, sudah beberapa lama kekeringan itu timbul di hatiku...
Walaupun terus berusaha menulis dan menulis, tak jarang rasa kesepian maupun rasa khawatir juga pernah singgah.
Dalam segala ketidakpastian, dalam segala perasaan yang campur-aduk, kurasakan kembali damai itu sebagaimana yang kualami di sebuah pertapaan di Indonesia saat pertama aku mengikuti Misa Pentakosta di tahun 2000...

Roh Kudus, datanglah...
Penuhilah hati kami dengan semangat baru...
Bak lidah-lidah api yang turun dan memenuhi setiap kami...
Membakar dan memberikan peneguhan...
Memberikan motivasi yang takkan pernah kami dapatkan dari manusia mana pun...
Karena Tuhan sendirilah Sumber Motivasi Sejati yang tak pernah kering...

Sampai berakhirnya Misa, hatiku masih terus memuji-Nya...
Syukur kepada Allah, aku diperkenankan mengalami ini semua.
Jauh dari tempat tinggal kami, setelah menempuh kurang lebih delapan jam penerbangan...
Di sinilah aku, merasakan kembali kasih-Mu, peneguhan dari-Mu...

Tak usah takut, karena Aku besertamu...”
Suara itu terus bergema di hatiku...
Ya, Tuhan, terima kasih.
Kuanggukkan kepalaku tanda setuju...
Terima kasih sudah mengirimkan Roh Kudus pada kami, untuk menemani perjalanan kami.
Kau tahu, perjalanan ini tidak mudah untuk dilalui...
Namun, selama kami berpegang kepada-Mu...
Dalam tuntunan Bapa, Putera, dan Roh Kudus...
Segala sesuatunya menjadi sesuatu yang mungkin untuk dijalani..

1 Juli 2014. Singapura.

Ada sesuatu yang mendorongku untuk terus membuka lagu Veni Sancte Spiritus di Youtube dan terus mendengarkan versi Taize ini...
Ada yang terus mendorongku untuk menuliskan pengalaman ini...
Saya yakin, itu bukan dari diriku sendiri...
Sebagaimana setiap inspirasi yang Dia izinkan untuk singgah dalam diri dan mampu kutuangkan dalam bentuk tulisan, semua itu kuyakini atas seizin Yang Kuasa...
Terima kasih untuk itu semua, Tuhan...
Engkau tahu apa yang kualami...
Kehidupan di rantau kerap kali terlihat 'wow' dan kemilau bagi banyak orang...
Namun, kami pun harus menghadapi kehidupan yang jauh dari keluarga dan tidak di setiap tempat kami disambut dengan senyum dan tawa...
Banyak kali kami harus mengalami hal-hal yang kurang mengenakkan, mungkin rasisme, mungkin diskriminasi...
Kami tetap percaya, Tuhan, apa pun yang kami alami hari ini adalah atas kehendak-Mu dan ada di dalam rencana-Mu...
Semoga kami terus berusaha dekat pada-Mu...
Meski itu bukan hal mudah, meski banyak godaan yang datang...
Ajar kami untuk tetap setia...

Pengalaman yang indah ini kusyukuri sebagai bagian dari babakan hidupku...
Sebuah bagian yang kusimpan rapat-rapat di hatiku...
Yang sesekali akan kembali kubuka dan kutatap dengan senyuman...
Pengalaman bahwa aku dihargai, dicintai, dikasihi...
Pengalaman bahwa aku kembali meyakini bahwa aku takkan pernah ditinggalkan sendirian karena Allah selalu besertaku. Beserta kita.
Selamat malam Roh Kudus, teruslah mengobarkan semangat dalam hati kami...
Semangat melayani, semangat untuk lebih mengasihi...
Di tengah semua keterbatasan kami, Tuhan sudah mengirimkan sesuatu yang spesial.
And that something special is The Holy Spirit! :)

01.07.2014
* dalam kesukacitaan dan kedamaian yang masih terus meliputi hatiku... How could I ever thank YOU, Lord? I just feel so blessed:)


Tuesday, May 20, 2014

I See Your Smile in the Rain


It’s raining out there. The raindrops keep falling heavily. Nothing is seen so clearly.
From my window, I feel trapped. Can’t go anywhere. Forced to stay at home while I want to do is just going out and enjoy the day. Hated it much but yet it’s just a matter of choice what I gotta do next.

Watching TV-checked. Browsing internet-checked. Reading book-checked. But, the rain is still there. Non-stop pouring, almost like never-ending for the rest of the day. Feel bored, then I started to stare on my window. Again. Watching the rain and desperately hoping that it will stop soon. Nothing has changed anyway. The unfriendly rain plus extra wind, storm, and thunder have definitely shown their power.

Hopeless and little bit of helpless, I still concentrate on the dark sky. There’s no sign that it will change anyway. I decide to move on and do something in the kitchen. But, before I make any move, suddenly there's a soft whispering inside my heart...
" Stay a bit longer and see..."

I don't know whether it's my imagination or it is real, but suddenly I can see the raindrops almost like dancing.
Pouring my surrounding with colorful and beautiful gradation. 
Yes, I might watch too much movies or animated movies....
But for this time, I'll let my imagination runs as fast as it could... As high as possible...
And suddenly my heart feels that peaceful joy and I started to see some wonderful things...

From a different perspective...
I can smell the wet soil, the certain aroma that I always like when it rains...
I can smell the fresh scent of the plants that have been showered generously by the rain...
And suddenly again, I can see Your Smile, Lord, in the rain...
While not much things to do, I try to focus on You...
And amazingly, the feeling of emptiness moves away...
Instead, I feel loved by You once again...
Feeling the love that I rarely feel in this world...
The love that loves me unconditionally no matter what...

The Love. The Wind. The Smile. The Rain.
They all blend together harmoniously.
Filled my heart with the kind of warmth that I've never felt before.
I'm thanking God for this beautiful moment...
Some of the moments that I will remember for a long time...
As long as I live...
Being there and knowing that He loves us is just one of the miraculous things in my life...

The rain has stopped.
And suddenly, my heart longs for another rain :)

* a long time unfinished note that just got additional inspiration today...
Thank God:)

fon@sg
May 21st, 2014.

Friday, May 2, 2014

On and Off

Saya ingin selalu dekat pada-Nya...
Dalam suka dan duka...
Dalam nada-nada ceria maupun suram lagu kehidupan yang tengah saya jalani...

Namun, keinginan itu terbentur kenyataan...
yang terkadang mengecewakan...
Saat kegagalan atau kesulitan hidup menghantam begitu luar biasanya...
Saya lupa bahwa saya punya Allah yang jauh lebih luar biasa...
Saya pernah kecewa...
bahkan marah kepada-Nya...
Lalu, dengan beraninya mempertanyakan ke-MahaKuasa-an diri-Nya...
sungguh berani, dan sungguh terlalu diri saya ini...
Kekecewaan membawa saya bukannya introspeksi diri saya sendiri dengan baik...
atau bertanggung jawab atas segala pilihan yang telah saya buat...
Namun, dengan seenaknya, saya melempar tanggung jawab itu kepada Tuhan...

Betapa ingin saya selalu 'on'...
berada pada puncak relasi yang begitu mendalam dan hangat dengan Tuhan...
Namun, saya sadar, saya sering banyak 'off' nya...
Berdoa juga tak selalu konstan...
Kalau lagi senang dan tak banyak masalah, terkadang lupa ...
atau kesibukan menjadi dalih kurangnya komunikasi dengan-Nya...
"Ah, saya 'kan capek, Tuhan... besok aja, ya..."
Dan besok akan menjadi besok lusa, dua hari lagi, minggu depan, dan seterusnya...
Rasanya, cukup sering saya menunda...

Penginnya sih konstan...
Dalam berelasi dengan Tuhan, maunya sih terus percaya, terus bersyukur, terus melakukan yang terbaik bagi-Nya...
Terus menjadi lebih baik, terus dan terus dan terus....
Semua yang positif, semua yang manis, semua yang harum, semua yang baik...
Iman yang semakin kuat, pengharapan yang semakin besar kepada Tuhan...
Penginnya sih begitu...
Namun, harus diakui, pada kenyataannya?
Manusia begitu sulit untuk tetap dan selalu itu tadi...
Sadarkah kita bahwa kita begitu labil dan begitu menggampangkan semuanya, termasuk hidup doa dan relasi kita dengan-Nya...?

So, hari ini...
Mari memperbaharui lagi...
Sebuah janji...
Dari hati...
semoga kita semakin hari semakin mendekat kepada-Nya...
Sehingga, jika sampai suatu saat kita tengah 'off', itu tidak berlangsung lama...
Karena diingatkan kembali, bahwa Tuhanlah sumber segala...
kasih, pengampunan, dan karunia...

02.05.2014
fon@sg



Tuesday, March 18, 2014

Misteri...

Misteri

Minggu lalu, ketika membaca bertubi-tubi berita terbunuhnya Ade Sara, mahasiswi usia 19 tahun, ada rasa yang bergejolak di dada...
Sebagai seorang Ibu-jujur saja- saya sulit membayangkan kejadian ini.
Namun, membaca komentar Ayah-Ibu Ade Sara, sungguh saya memberikan acungan jempol setinggi-tingginya buat mereka.
Bahwa kasih dan label pemeluk kristiani, bukan hanya sekadar janji atau ucapan manis di mulut.
Tetapi, sungguh jika itu benar-benar dijalankan, akan membawa decak kagum semua orang.
Lintas agama, tanpa memandang suku-bangsa...
Bahwa kasih dan pengampunan sungguh menjadi hal yang begitu indah, walaupun pastinya orangtua Ade Sara mengalami kekecewaan yang begitu besar dan rasa kehilangan yang tak terlukiskan.
Mereka sudah menjadi contoh yang luar biasa di mata saya dan pastinya bagi banyak orang.

Belum lagi usai soal kekagetan akan terbunuhnya Ade Sara, datanglah berita hilangnya pesawat Malaysian Airlines MH370 secara mendadak dan sampai sekarang belum diketahui nasibnya.
Berita ini saya dapatkan pertama kali dari apps TRS- The Real Singapore di pagi hari, Sabtu 8 Maret yang lalu.
Rasa simpati dan kasihan langsung meraja di dada. 
Bagaimana nasib lebih dari 200 penumpang di dalamnya? Yang setiap dari mereka punya kisah dan perjalanan hidup sendiri?

Sampai hari ke-10, perkembangan kasus makin menjadi-jadi.
Membuat kebingungan, membuat banyak spekulasi yang terkadang membuat saya mengelus dada.
Satu per satu kejadian yang belum terselesaikan ini seolah bagai misteri...
Hatiku pun berbisik:
"Ah, bukankah kehidupan itu sendiri adalah misteri Ilahi?"

Kematian itu sendiri, walaupun pasti terjadi, entah kapan atau di mana, juga bagaimana terjadinya masih merupakan misteri bagi setiap kita.
Jika yang ada di angan, di pikiran adalah jalan normal: meninggal di masa tua dalam kondisi sakit-sakitan... Mungkin itu jauh lebih diterima...
Dibandingkan dengan kehilangan mendadak sebagaimana kasus Ade Sara, atau 
para penumpang MH370 yang masih tetap diharapkan hidup oleh para sanak saudara mereka jika benar bahwa dugaan bahwa pesawat ini dibajak...

Kelahiran seorang bayi pada umumnya diharapkan dan disambut dengan kebahagiaan...
Namun, kematian, ketika harus berhadapan dengan rasa kehilangan, tentunya tidak bisa dihadapi dengan keceriaan yang gegap-gempita...


Hidup dan segala misterinya menjadi seperti sebuah teka-teki yang seolah tak terpecahkan...
Namun, pada akhirnya, dengan menundukkan kepada...
Dengan seluruh rasa simpati dan sedih yang mungkin ada...
Kita harus berani mengakui...
Bahwa suatu saat, suka-tidak suka, kita harus menghadapi ujung dari hidup ini.
Suatu ketika, kita harus berkata sudah selesai.
USAI.

Mungkin kata ini bukanlah kata favorit kita...
Namun, inilah kenyataan yang harus dihadapi...
Suatu saat, kita harus kembali kepada Sang Pencipta...
Entah bagaimana caranya, juga tak tahu kapan atau di mana...
Namun, usai di dunia, bukan berarti usai pula bagi kita.
Ada satu babakan lain...
'Chapter' yang bernama keabadian...
Dalam kekekalan bersama Bapa...
Isn't it sweet?:)

Mungkin sulit untuk sampai pada pengertian itu tadi...
Mengingat betapa melekatnya kita pada dunia dan kehidupan yang kita jalani...
Sebagaimana hidup adalah misteri...
Mari kembali kepada Allah yang hakiki...
Hanya kepada Dia kita sandarkan diri dan sepenuh hati...
Dalam iman, semoga kuat menjalani...
Setiap keadaan bersama Dia yang menemani...

Sembari terus mendoakan ketenangan Ade Sara...
Juga keluarganya agar diberikan ketabahan...
Dan semoga MH370 mendapat titik terang...
Mohon Tuhan buka jalan dan singkapkan semua rahasia...
Sehingga pihak keluarga setidaknya mendapatkan kejelasan...

Sebagaimana hidup adalah misteri...
Mari kita kembali menapaki...
Hari lepas hari...
Dengan iman yang membalut hati...
Agar Tuhan tetap menjadi fokus hidup ini...

18.03.2014
fon@sg

Thursday, March 6, 2014

Dering Telepon

Dering Telepon

Senin siang, 24 Februari 2014

Siang itu, aku sedang berada di dokter gigi, sebagai kunjungan rutin yang sebetulnya sudah beberapa waktu belum kulakukan.
Sedang berada di ruang tunggu, tiba-tiba telepon berdering.

Hari itu, aku harus menerima kabar dari Mrs. Xiu-pengemudi bus sekolah Odri, yang mengabarkan bahwa bus sekolah yang membawa anak sulung kami dan teman-temannya itu baru saja mengalami kecelakaan.
Sungguh hatiku langsung kacau-balau.
Tetapi, Mrs. Xiu langsung menenangkan dan mengatakan bahwa tidak terjadi apa-apa, hanya kepala Odri, terutama bagian keningnya, terkena benturan kursi depan dan mengalami benjol sedikit...

Antara harus menyelesaikan janji dengan dokter gigi dan harus juga melihat keadaan anak kami di sekolah, konsentrasiku terpecah.
Akhirnya, satu per satu selesai.
Urusan dokter gigi kelar, langsung aku menuju sekolah.
Puji Tuhan, Odri baik-baik saja.
Sungguh bersyukur atas perlindungan Tuhan, bahwa tidak terjadi sesuatu apa pun.
Kupeluk dia, dan dia kembali ke ruang kelasnya, melanjutkan pelajaran di hari itu.

                                                                    ***

Tidak semua telepon kita harapkan.
Ada yang membuat sedih, kesal, marah, atau kuatir.
Walau ada pula kabar yang membahagiakan yang dibawanya...

2 Juni 1993, lebih dari 20 tahun yang lalu...

Telepon yang kuterima hari itu betul-betul mengejutkan.
Walaupun sudah setengah siap karena kondisi Papa yang cukup mengkhawatirkan selama enam tahun sebelumnya, namun dering telepon yang mengabarkan bahwa Papa harus pergi untuk selamanya, bukanlah sesuatu hal yang mudah kuterima.

Perasaan bahwa aku belum bisa membalas budi orangtua karena belum menyelesaikan pendidikan, masih tersimpan jelas di kala itu.
Namun, itulah kenyataan yang cukup menghentak.
Suka atau tidak, siap atau tidak, suatu saat kita harus mengucap selamat tinggal kepada orang-orang terkasih.
Bagiku, kasus itu adalah perpisahan dengan Papa yang tanpa terasa hampir memasuki tahun ke-21 di bulan Juni tahun 2014 ini.

Waktu itu aku belum menjadi seorang Katolik.
Juga belum mengenal Yesus secara pribadi.
Yang ada hanyalah kemurungan, kesedihan yang berlarut-larut.
Sulit menerima kenyataan, walaupun tahu harus berjalan dalam hidup ini...

                                                                     ***

Tidak semua dering telepon kita harapkan.
Juga seiring perkembangan zaman dan teknologi...
Pesan-pesan di WhatsApp, BBM messenger, atau aplikasi chatting lainnya...
Beberapa berita duka, berita tentang seseorang yang dekat dengan kita terkena penyakit parah yang belum ada obatnya, membuat kita tersentak.

Sekali lagi, pesan-pesan membahagiakan juga bermunculan di sana...
Ada berita kelahiran, kenaikan kelas, wisuda, pernikahan...
Ah, dering telepon yang membahagiakan pun mewarnai dunia kita...

Pada akhirnya, sebagaimana misa Rabu abu lalu, Fr. John Derrick Yap, OFM dari Gereja St. Mary of the Angels  Singapura berucap...
All that we have, one day is going back to ashes.
Only God and love that remain...

Dering telepon yang kita terima di masa depan, mungkin akan membahagiakan.
Mungkin pula akan mengecewakan, bahkan begitu menyakitkan.
Apa pun itu, mari tetap berpegang kepada Tuhan...
Percaya bahwa Yesus adalah Allah yang setia...
Persembahkan segala rasa...
Suka, duka, kecewa, dan bahagia...
Niscaya, ketenangan itu 'kan menyapa...
Tuhan ada, Dia akan memelihara...
Setiap dari kita, umat-Nya....

07.03.2014
fon@sg

Wednesday, March 5, 2014

God Will Provide

One day right in the beginning, we had no rice for dinner and then a lady came and brought rice. She said she was coming back from the office "and something in me told me to go to Mother Teresa and bring her rice." And so she brought rice. I said: "Please excuse me, I will measure first and then I will tell you." It was exactly the amount we cooked for dinner, no less, no more, not even half a cup. I told that lady what had happened and she began to cry. She was a Hindu, and she said, " To think that God used me, spoke in my heart. In the whole world, there are millions and millions of people, there are millions of people only in India, and God's concern for Mother Teresa." His tender love --- you must experience that... even when it is hard, when there is suffering, when there is humiliation.
(Where There Is Love, There Is God - Mother Teresa)

Di antara begitu banyak keindahan kasih Allah yang saya temui di buku Bunda Teresa yang berjudul Where There Is Love, There Is God  yang saya pinjam dari National Library Singapore ini, paragraf di atas sungguh membuat saya tersentak sekali lagi.
Betapa Tuhan begitu peduli dan menyediakan segala sesuatunya tepat dengan kebutuhan kita.

Sebagaimana yang kita baca, hari itu Bunda Teresa tidak punya beras untuk makan malam. Namun, ada seorang wanita yang mampir sepulang dari tempatnya bekerja. Ia mampir atas dorongan suara hati yang seolah menuntun dia menuju tempat Bunda Teresa dan membawakan beras.
Dan sungguh menakjubkan, beras yang dibawa oleh Sang Wanita tadi adalah jumlah yang pas dengan apa yang dibutuhkan oleh Bunda Teresa untuk makan malamnya.
Tidak kurang, tidak lebih, setengah cangkir pun tidak!

Mungkin, kita pernah mengalami hal serupa, walaupun tak sama persis.
Di mana Tuhan menyediakan yang kita butuhkan.
Tepat waktu-Nya, tidak kurang-tidak lebih...

Itulah jumlah yang kita butuhkan.
Mungkin kita butuh uang untuk membeli seragam anak sekolah atau membayar uang sekolah.
Mungkin kita perlu untuk membeli susu bayi yang baru lahir...
Mungkin, dan mungkin...
Berjuta kemungkinan yang bakal terjadi terlintas di kepala...

Betapa memang Allah sungguh peduli dan mengasihi segenap umat-Nya...
Betapa ayat berikut ini, bukanlah isapan jempol semata:
Allahku akan memenuhi segala keperluanmu  menurut kekayaan   dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus. 
--- Filipi 4:19

Sungguh bersyukur atas penyelenggaraan Tuhan dalam hidupku...
Dalam hidup kita...
Dia menyediakan yang kita butuhkan...
Bukan melulu yang kita inginkan...
Karena terkadang keinginan kita belum tentu yang terbaik bagi kita...
Mungkin itu hanya keinginan yang dilandasi egoisme pribadi...
Mungkin keinginan kita hanya untuk cari sensasi, membuat iri orang lain, atau keinginan yang mengarah kepada hal-hal yang lebih negatif ketimbang positifnya...

Selain itu pula, selain mempercayakan seluruh penyelenggaraan hidup kita kepada-Nya...
Ada baiknya juga bagi kita untuk belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan sebagaimana yang tercantum dalam Kitab Filipi berikut ini:

Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri  dalam segala keadaan. 4:12 Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan.
--- Filipi 4:11-12

Mari belajar mencukupkan diri dalam segala hal.
Bukan melulu yang kita inginkan adalah yang terbaik bagi kita, melainkan yang kita butuhkan dan dianggap perlu oleh-Nya...
Ajar kami untuk bijaksana dalam mengelola segala yang Kautitipkan pada kami...
Termasuk manajemen keuangan...
Bimbing kami, Tuhan, untuk mempergunakan uang dengan bijaksana...
Sehingga tidak terjadi besar pasak daripada tiang...
Dan seberapa pun yang Kaupercayakan kepada kami, semoga kami bisa mempergunakan sebaik-baiknya untuk kemuliaan-Mu...
Bila yang berpunya mau berbagi dengan mereka yang berkekurangan...
Bila mereka yang menderita dan sengsara juga dipedulikan oleh sesamanya..
Alangkah indahnya dunia...
Betapa kasih-Nya terasa semakin hidup di dunia yang semakin hari semakin egois dan mementingkan diri sendiri ini...

Engkaulah Bapa yang penuh kasih...
Kami percaya penyelenggaraan-Mu..
Tuhan sudah sediakan yang kami perlukan...
Bagian kami hanyalah berusaha segiat yang kami bisa...
Dan dengan bijaksana, mempergunakan semua yang Tuhan berikan kepada kami, semoga demi tindakan kasih...

Penuhi hati kami dengan kasih-Mu...
Kepedulian-Mu...
Sehingga kami pun mampu peduli kepada mereka yang sungguh butuh pertolongan dan berteriak putus asa...
Sehingga mereka pun merasakan keindahan kasih-Mu di dunia ini...
Semoga...
Ya, semoga...

06 Maret 2014
fon@sg