Tuesday, November 24, 2009

Pertama Kali Kujumpa Dia


Ini bukan cerita cinta anak muda, walaupun judulnya seolah lagu Chrisye zaman baheulaJ

Namun, biarlah ini menjadi kenangan akan perjumpaan secara pribadi, di saat saya merasakan kedekatan yang pertama kalinya dengan Bunda Maria.

Dulu, saya senang sekali berkunjung ke PD Kristen, di mana begitu banyak musisi dan singer yang bagus-bagus. WL (Worship Leader)- nya keren, singer-nya keren, musiknya? Ala café. Itu amat menarik hati saya yang memang suka musik. Di saat itu, saya juga tengah katekumen di salah satu gereja Katolik di bilangan Jakarta Barat. Terus terang, Salam Maria walaupun doanya saya hafal luar kepala mulai dari SD karena saya bersekolah di sekolah Katolik, jauh dari pengertian saya akan pengenalan tentang Bunda.

Tetapi entah mengapa, saya juga tidak berniat untuk dibaptis secara Kristen. Saya menikmati musiknya, saya menyukainya, tetapi saya tidak berkeinginan untuk dibaptis di sana. Walaupun saya belum mengerti banyak, tetapi di awal tahun 2000 itu, saya tetap berkeinginan untuk jadi Katolik.

Tokh yang penting relasi saya dengan Allah Bapa, dengan Yesus, sisanya…? Maria kan tidak harus…Dan mungkin juga bisa menyusul belakangan. Jadi, di satu sisi, saya tidak memaksakan diri juga walaupun saya tahu, Katolik sangat menghormati Bunda.

Setelah dibaptis secara Katolik di akhir tahun 2000, saya pun mengikuti beberapa retret. Di saat itu, saya mengikuti satu retret yang mungkin sekarang sudah tidak diperkenankan lagi, yaitu retret pohon keluarga. Saya merasa bahwa itulah retret yang paling tidak ada hasilnya bagi saya. Maksudnya ketika ikut retret awal atau retret luka batin, saya langsung merasakan perubahan seketika. Dari insomnia, bisa tidur. Dari stress menjadi lebih tenang. Tetapi apa yang saya kira tidak berguna, menjadi perubahan yang sangat drastis ketika saya sampai di rumah.

Di kamar kos saya yang sedang besarnya itulah, pelan-pelan saya mulai berdoa. Yang entah mengapa kali itu mengumandangkan doa Salam Maria tanpa henti. Sampai saya merasakan hadirat-Nya. Sampai saya merasa tunduk atas-Nya sekaligus percaya bahwa Bunda Maria memang sungguh ada, sungguh istimewa, dan patut kita berdoa melalui perantaraannya.

Di hari itu, saya percaya dan menerima Bunda Maria sebagai Bunda gereja, sekaligus Bunda saya pribadi. Saat saya berkeluh kesah, saya pun berdoa melalui perantaraan Bunda. Sama sekali tidak saya kira, apa yang sepertinya sia-sia, ternyata berubah menjadi lautan suka cita yang lebih dalam bahkan melebihi kedamaian yang saya rasakan ketika pulang dari retret awal dan luka batin.

Setelah itu saya rajin berdoa Salam Maria, tetapi belum terlalu mau Rosario, karena berpikir itu doa yang panjang dan butuh konsentrasi. Saya masih merasa agak segan, mungkin agak malas, berdoa terlalu panjang. Lagi-lagi dikarenakan saya belum mengerti esensinya bahwa Doa Rosario bila didoakan secara serius adalah semacam meditasi yang amat baik juga.

Perubahan kembali terjadi. Ini adalah kali pertama di mana saya mendoakan Doa Rosario tanpa putus dari bulan Mei 2008 sampai hari ini saat saya menuliskan sharing ini. Juga ditambah Novena Tiga Salam Maria selama 2 minggu di bulan September awal, karena saya sungguh butuh Bunda dalam menghadapi beberapa hal besar di keluarga. Hasilnya? Puji Tuhan, masalah yang didoakan mulai membaik, ada titik terang. Juga saya merasakan damai luar biasa kembali percaya bahwa Tuhan berikan yang terbaik setelah sebelumnya terseok-seok menjalani roda kehidupan yang terasa berat. Berdoa melalui perantaraan Bunda memberikan saya kekuatan ekstra sekaligus berusaha menjalankan apa yang Bunda contohkan, “ Aku ini hamba Tuhan. Terjadilah padaku menurut perkataan-Mu.”

Saya kira, ini hanya awalnya. Saya percaya bahwa Tuhan mendengarkan Bunda. Apabila kita berdoa melalui perantaraan Bunda, dia akan sampaikan kepada Putera-Nya dan apabila itu sesuai dengan kehendak-Nya, Dia tidak akan menolak permintaan itu.

Pertama kali kujumpa dia, aku terkesan sekaligus terkesima. Itu perasaan saya yang saya simpan sampai hari ini. Dia betul-betul ada dan hidup dalam doa-doa yang kita daraskan. Dia menjadi contoh ketaatan manusia akan rencana-Nya dan percaya bahwa rencana-Nya adalah yang terbaik bagi dirinya.

Semoga kita bisa menjadikan Bunda sebagai teladan dalam hidup kita. Berdoa rosario, berdevosi, ataupun bernovena? Sudah bukan suatu hal yang aneh bagiku, bahkan itu sudah menjadi bagian hidupku. Thanks to Mother Mary. Thanks to Jesus. Thanks to the Lord. (-fon-)

November 2009

Sudah dimuat di majalah Katolik di Jakarta di tahun yang sama.

No comments:

Post a Comment