Sunday, March 6, 2011

Beban

*** curahan sebuah hati…

Bebanmu tampaknya ringan. Tak seberat bebanku. Terkadang kurasakan akulah empunya beban paling berat di seluruh dunia. Tak ada orang yang mengerti 100%, karena hanya aku yang mengalaminya. Bukan kamu, bukan dia, bukan mereka. Hanya aku!

Ketika kubawa bebanku kepada-Nya. Dia hanya bilang: pikullah kukmu. Jalani salibmu.

Ah, yang bener aja, God! Selalu urusan salib dan kuk… Katanya ringan. Koq masih berat begini, ujarku. Seolah hidup orang lain yang penuh jalan-jalan, foto-foto mesra dengan keluarga atau pacar, kenaikan peringkat, promosi dan sebagainya begitu menyenangkannya. Sementara aku? Tiap hari berkutat dengan problem yang sama. Aku tak punya tempat tinggal tetap, tak punya cukup uang, tak punya pangkat yang tinggi. Untuk jelasnya, dalam kehidupan ini: aku tak punya apa-apa yang berharga untuk kubanggakan.

Jadi, untuk apa aku hidup? Kalau tak punya kebanggaan… Kalau tak punya kebahagiaan? Tetapi, apakah kebahagiaan itu harus identik dengan apa yang kumiliki untuk kemudian kupertandingkan dengan teman-temanku. Suksesnya sudah sampai mana, mobilnya sudah pakai mobil mewah mana, rumahnya sebesar apa dan di kawasan mana?

Aku pernah merasa hidupku sia-sia. Tak berhasil, tidak sukses, tidak cukup kasih sayang. Serba merasa kurang.

Tetapi, apakah mereka yang terlihat bahagia itu memang bahagia? Atau mereka hanya ingin mempertontonkan sejumput kebahagiaan mereka di tengah ketidakbahagiaan yang mereka rasakan? Atau mereka hanyalah orang-orang yang bersyukur dengan apa yang ada, tanpa mengeluhkan apa yang tidak mereka miliki?

Mungkin juga terlalu sering aku melihat ke atas, tanpa pernah mau melihat ke bawah. Ketika kubaca di koran, 44 juta penduduk dunia masuk ke dalam lembah kemiskinan karena harga bahan pangan yang semakin membumbung tinggi memaksa mereka menghabiskan 50% dari penghasilannya hanya untuk makan… Membuatku merasa beruntung karena masih bisa makan tiga kali sehari. Bahkan membuang sisanya sesekali karena tak habis. Yang diam-diam sekarang kusesali karena aku seperti tak tahu terima kasih, padahal masih bisa makan. Kadang pun makan enak di restoran!

Ketika kulihat lagi, banyak orang yang tak seberuntung diriku… Cacat, tetapi tak kehilangan semangat. Bikin aku malu. Juga mereka yang sakit, mereka yang tak punya uang untuk sekolah… Tiba-tiba aku merasa beruntung. Bukan, bukan berpuas diri. Karena seringnya orang menganggap syukur itu identik dengan hilangnya keinginan untuk menjadi lebih baik lagi… Bukan itu… Tetapi tindakan mengoceh tanpa henti agaknya juga bukan tindakan yang terpuji…

Pada akhirnya kusadari, semua orang punya beban. Tanpa kecuali. Bebanku berbeda dengan bebanmu. Bebannya berbeda dengan beban mereka. Tetapi, setiap dari kita punya beban yang harus kita tanggung.

Bukan berarti aku harus merasa terbeban… Namun, biarlah beban ini membuatku mendekat kepada-Nya dan mau mengusahakan yang terbaik yang aku bisa dalam jalani ini semua… Tanpa beban ini, mungkin aku sudah terlalu sombong dan terlalu memuja kehebatan diriku sendiri… Dan lupa bahwa ada Dia, penguasa segala-galanya…

Ho Chi Minh City, 25 Feb. 2011

-fonny jodikin-

* Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. (Matius 11:28)

* copas, forward, share? Mohon sertakan sumbernya karena itu berarti sekali buat aku dan para blogger/facebookers yang mengandalkan blog dan notes dalam menulis. Trims.

No comments:

Post a Comment