Tuesday, October 14, 2014

Kuman di Seberang Lautan Tampak

Kuman di Seberang Lautan Tampak

Judul tulisan kali ini, tentunya sangat familiar bagi kita, terutama ketika pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dulu.
Untuk lengkapnya, peribahasa ini  berbunyi sebagai berikut:
Gajah di pelupuk mata tidak tampak, kuman di seberang lautan tampak .

Udah gajah, di pelupuk mata, gak keliatan lagi...
Kuman yang di seberang lautan yang begitu kecilnya, malah kelihatan.
OMG-Oh My God!
Gejala apa ini?

Mungkin ini semua terjadi pada kita.
Saya pun mengalaminya dan ini sangat relevan dengan pengalaman sebagai Editor di tahun yang kedua untuk renungan harian wanita Katolik-dari wanita untuk wanita yang bertajuk Treasuring Womanhood.

Setelah beberapa tahun menjadi salah satu penulis wanita di renungan harian yang luar biasa ini, ada kesempatan untuk menjadi Editor yang pada tahun ini memasuki tahun kedua.
Ternyata, saya menikmati peranan dan tugas ini.
Membaca renungan yang bagus-bagus dari para penulisnya, memberikan banyak inspirasi juga, terkait dengan tulisan renungan harian pribadi yang setiap hari harus saya tuliskan: Thought of the Day
Sebagai sebuah kesetiaan kecil kepada-Nya, sebagai ucapan syukur atas kesetiaan yang teramat besar yang sudah saya nikmati dari Yesus.

Oke, kembali ke peranan Editor.
Saya selalu dituntut untuk kritis. 
Melihat panjang naskah, tata bahasa, apakah ada salah ketik atau tidak.
Juga, sedapat mungkin saya membuat kalimat-kalimat dalam renungan tersebut menjadi sesuatu yang terangkai indah dan moga-moga dimengerti pembacanya. 
Sehingga pesan-pesan itu bisa tersampaikan dengan baik lagi. 
Tentunya di luar segala faktor manusiawi yang bisa saya lakukan, ada faktor yang utama dan paling penting yaitu untuk selalu memohon bimbingan Roh Kudus tiap kali membaca ayat alkitab atau renungan harian. 
Agar Dia membuka mata hati kita saat membaca dan merenungkan firman-Nya.

Seolah mudah menemukan kekurangan para penulis. 
Walaupun itu memang tugas saya, tetapi di dalam hati, saya terus diingatkan...
Bahwa memang mudah untuk melihat kesalahan orang lain, namun sulit untuk melihat kesalahan diri sendiri-bahkan untuk mengakuinya dan bertanggung jawab atasnya.
Kuman di seberang lautan memang tampak, bahkan teramat besar!

Apakah sebagai penulis saya tidak pernah melakukan kesalahan dalam hal ejaan maupun dalam hal merangkai kata-kata untuk menjadi kalimat bermakna?
Tentu saja pernah! Sering malah:)

Untuk itulah, saya pun membutuhkan seorang Editor ketika hendak menerbitkan buku secara pribadi ataupun berkelompok bersama teman-teman.
Ini saya alami sendiri, ketika melakukan penerbitan buku Chapters of Life: From Nothing Into Something (Menuliskan Kebaikan dari Hal-hal Sederhana), juga beberapa buku keroyokan semisal dari para perantau Katolik di berbagai belahan dunia yang menuliskan kisah perjalanan iman mereka dan dirangkum dalam buku berjudul: Kutemukan Kasih Tanpa Syarat.

Ketika melakukan refleksi pribadi, saya pun menemukan, begitu mudah kita menjadi marah atau kecewa terhadap orang lain. Juga kepada Tuhan.
Kehidupan doa yang menjadi kering, jarang berdoa karena merasa permintaan kita tak dikabulkan, juga adalah gejala bahwa kita menyimpan sesuatu yang kita anggap sebagai 'kesalahan.'
Hal ini sungguh sangat berbeda dengan apa yang dituliskan dalam 1 Korintus 13, ayat-ayat yang begitu sering kita dengar tentang kasih.
Di antaranya, terutama pada ayat 5, terdapat hal yang relevan dengan tulisan kali ini:

Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
--- 1 Korintus 13:5

Bahwa kasih tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
Berkaca dari ayat ini, saya pun terkadang menyesali kesalahan saya.
Bahwa terkadang masih sering marah dan menyimpan kesalahan orang lain.
Sementara, ketika saya salah, begitu inginnya saya dimengerti dan diampuni...
Berharap ada kesempatan baru: kedua, ketiga, dan seterusnya bagi saya untuk memulai kembali.
Sementara, ketika orang lain (terutama mereka yang dekat dan setiap hari berinteraksi dengan kita: suami/istri, anak-anak, atau para asisten rumah tangga, dan seterusnya) melakukan kesalahan, kita begitu sulit 'move on' untuk memaafkan mereka.

Bagaimana jika kita yang melakukan kesalahan terhadap Tuhan?
Tuhan selalu mengampuni kita, asalkan kita berbalik ke jalan-Nya serta mengakui segala kesalahan kita.  Seperti ayat dari Mazmur 103:12, "Sejauh timur dari barat, sejauh itu dibuang-Nya dosa-dosa kita."
Buat kita yang Katolik, ada 'privilege' dalam bentuk Sakramen Pengakuan Dosa yang sungguh membuat kita merasa lega karena merupakan penyembuhan bagi batin kita. 

Dari tugas 'editing' kali ini, saya pun kembali diingatkan...
Jadi orang itu jangan terlalu suka mencari-cari kesalahan orang lain.
Karena ketika giliran kita yang salah dan orang lain yang mencari-cari kesalahan kita, akankah kita suka diperlakukan demikian?
Benahi dulu gajah yang tampak di pelupuk mata.
Benahi diri, benahi hati, demi menjadi murid Kristus yang lebih mau mengampuni dalam kasih Tuhan yang tak terhingga.
Kita mungkin pernah terluka, sehingga sulit untuk mengampuni...
Namun, dengan menggenggam luka serta mencari-cari kesalahan orang lain, takkan membuat kita ke mana-mana.
Hanya berada di pusaran luka yang kita ciptakan dan pertahankan sendiri.
Yuk mari, 'move on' untuk mengampuni kesalahan orang lain...
Juga terus introspeksi diri...

Sekian tulisan kali ini.
Semoga tidak terlalu panjang buat disimak dan dibaca...:)

Salam dalam kasih Kristus buat teman-teman semua, di mana pun Anda berada.

14.10.2014
fon@sg
* sudah diposting di blog Jesus, I Adore you http://fon4jesus.blogspot.sg/2014/10/kuman-di-seberang-lautan-tampak.html

No comments:

Post a Comment